Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
Pagi ini matahari bersinar cerah, berbeda dari
hari sebelumnya mahatahari seakan enggan menampakan dirinya bahkan langit
seringkali meneteskan hujan, itulah kekuasaan Tuhan yang seharusnya kita
syukuri, namu seringkali malah kita keluhkan. Terkadang kita lupa dengan nikmat
yang Allah berikan pada kita yang kita ingat hanyalah ujian yang Allah bebankan.
Kemarin, sewaktu pulang dari GBLA aku naik
taxi online, pas naik, gila itu supir taxi online ngomel-ngomel gara-gara kami
pesan d tempat yang salah, aku berdua sama temen aku kaget orang Sunda yang
bahasanya lembut tiba-tida di omelin sama orang Medan yang yah tahu sendiri lah
gimana cara bicaranya, orang sana itu ngobrol biasa aja kadang kita kaget
apalagi ini yang ngobrol sambil ngomel-ngomel. Gak cukup sampai disitu dia
ngomong terus kesana kemari, yang bikin kita risih itu ketika dia bangga sekali
dengan harta yang dia miliki yang katanya punya rumah dua di daerah
Soekarno-Hatta, punya mobil, motor, bisa kuliahin 3 orang sekiligus di UIN,
bangga kalau dia lulusan Teknik ITENAS. Bukan hanya itu dia dengan gampang
ngeremehin warga asli disini, dia bilang merka hanya sok jago, gak ada
apa-apanya dibanding dia, dibilang wajah orang utan, itu sepanjang jalan dalam
hati istighfar tanpa henti, Ya Allah kok ada orang kaya gitu.
Aku jadi berpikir apa orang itu gak ada
perasaan kalau semua nikmat yang dia miliki sejatinya bukan milik dia, mudah
sekali kita manusia dibutakan oleh harta yang padahal belum seberapa.
“Fabiayyi Alaai Robbikuma Tukadziban” ayat tersebut yang disebutkan beberapa kali
dalam surat Ar-rahman yang berarti “maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan”, seseorang pernah membuat status mengapa Allah menggunakan kata DUSTA
dalam ayat tersebut bukan kata INGKAR?. Kemudian dia mengatakan bahwa karena
hal itu menunjukan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia itu tidak dapat
diINGKARI yang dapat dilakukan manusia itu MENDUSTAKANnya.
Seperti peristiwa di atas, kalau kita kaya dan
banyak harta, itu semua adalah hasil kerja keras kita, kalau kita memiliki
gelar tinggi dan banyak prestasi, kita akan berkta kalau otak kita yang cerdas,
kalau kita memiliki tubuh sehat jarang sakit itu karena pola hidup kita yang
sehat. Semua yang kita peroleh seakan semuanya adalah hasil kerja keras kita,
lupa bahwa ada peran Allah dibalik semua usaha kita, sekeras apapun usaha kita
kalau Allah tidak menghendaki itu semua tidak akan berhasil, bukan berarti kita
tidak boleh berusaha dengan keras, hanya saja ketika telah berhasil jangan
lupakan peran Allah dalam semua hal tersebut.
Semua nikmat yang kita miliki adalah milik Allah
yang Allah titipkan, sudah selayaknya kita bersyukur bukan terlampau sibuk
membanggakannya, merasa diri paling hebat dengan secara tidak sadar kita telah
mendustakan nikmat Allah padahal semua nikmat itu datangnya dari Allah “Dan
jika kamu menghitung nikmatKu, niscaya kamu tidak akan mampu
menghitungnya.... (Q.S An-Nahl:18). Jadi
sudah sejauh mana kita bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan.
Komentar
Posting Komentar