Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
Selamat untuk tim Bulutangkis putera karena telah berhasil menjadi
juara beregu, Indonesia berhasil mempertahankan juara beregu putera Asia. Kita
patut bangga pada mereka yang telah berhasil mengharumkan nama bangsa,
perjuangan yang tidak mudah. Tapi ada yang lebih menarik bagiku dari semua ini,
bagiku final yang sesungguhnya adalah kamarin ketika melawan Korea. Perjuangan yang
begitu dramatis dan penuh dengan ketegangan. Kalaupun tadi Indonesia tidak
juara bagiku Indonesia sudah juara kemarin, begitu hebat.
Perjuangan Firman Abdul Khalik yang patut kita tiru, tetap berjuang
disaat poin begitu kritis, sekali saja Firman melakukan kesalahan Indonesia
mungkin gagal masuk final. Keuletannya dan juga mentalnya yang luar biasa
menyelamatkan Indonesia. Aku tau mungkin ini lebay tapi begitulah menurutku,
menikung poin dari 14-20 menjadi 22-20 itu bukan suatu yang mudah.
Namun, aku miris membaca komentar netizen sebelumnya, ketika
mengetahui Indoneisa 2-2 dengan korea kemudian Firman adalah satu-satunya
harapan Indonesa, mereka bukanya mendukung, menyemangati, tapi malah sibuk
menilai yang tak sepantasnya dituliskan. Gregetan sekali rasanya membaca
komentar mereka, mengatakan tidak mungkinlah, pesimis dan kata-kata menjatuhkan
lainnya, bahkan ada yang berani berkata kalau Firman menang dia akan telanjang
dipasar. Aku tidak tahu nasibnya begaimana sekarang. Tapi, Firman menjawab
semua keraguan netizen dengan kemenangan. Aku juga mungkin punya rasa ragu
melihatnya tapi apa harus berkata demikian.
Kadang aku heran aja sama orang-orang, kenapa begitu mudah menulis
komentar menjatuhkan seperti itu. Aku yakin jika mereka bertemu langsung mereka
gak akan berani berkata demikian. Mereka yang sedang berjuang demi Indonesia
tapi harus menerima kata-kata yang seperti itu. Benar katanya Ahsan bahwa jika
menang berkata apa saja enak, kalau kalah apa aja salah. Padahal pendukung
sejati itu mau kalah atau menang harus tetap didukung. Namanya juga manusia,
dan semua juga pasti ada masanya gak mungkin kita berada di atas terus, gak
mungkin kan harus menang terus. Harusnya kita lebih bijaksana toh mereka yang
bertarung, memang yah penonton itu selalu merasa lebih jago dari pemain.
Dari kejadian kemarin aku berpikir bahwa tidak ada yang tidak
mungkin di dunia ini, semua bisa terjadi jika Allah sudah menghendaki. Kemenangan
korea yang tinggal satu poin lagi harus gagal karena Allah tidak menghendaki. Tapi
jika Allah sudah menghendaki, Indonesia jauh tetinggal di poin 14 tetapi mampu
mengejar delapan poin langsung. Semua itu karena kegigihan dan usaha yang tidak
mudah menyerah. Kejadian kemarin motivasi besar, bukan hanya bagi pemain
bulutangkis tapi juga bagi semuanya bahwa jika ada usaha dan tekad yang kuat
kita pasti bisa.
Komentar
Posting Komentar