Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
a.
Kehidupan Masyarakat Petani Jawa
Ada
beberapa adat yang melekat pada masyarakat petani di Jawa baik yang di daerah
pedesaan maupun perkotaan, diantaranya
1.
Keinginan orang Jawa untuk mempunyai anak.
Orang
Jawa menganggap bahwa anak itu memberikan suasana hangat (anget) dalam
keluarga juga memberikan kedamaian dan ketentraman dalam hati. Adanya anggapan
bahwa anak merupakan jaminan di hari tua mereka. Tetapi mungkin juga karena
orang Jawa merasa lebih yakin terhadap dirinya sendiri apabila ada banyak orang
disekelilingnya yang dapat membantu banyak hal.
Orang
Jawa juga mempunyai anak banyak, karena hal ini untuk menaikkan gengsinya,
terutama ada pada keluarga pegawai (priyayi), yang merupakan bangsawan Jawa.
Pada zaman sebelum perang seorang pegawai pangreh praja yang masih muda usia
dibawah 30 tahun, biasanya sudah mempunya dua atau tiga orang anak. Sedangkan
pegawai senior biasnya mempunya tujuh orang anak atau lebih.
Suatu
keluarga apabila tidak memiliki seorang anak merasa sangat sedih, ini merupakan
kondisi umum karena setiap keluarga pasti mengharapkan kehadiran seorang anak.
Dan karena keinginannya untuk memiliki seorang anak ini, mereka seringkali
meminta bantuan dukun. Namun bagi keluarga-keluarga yang tinggal di perkotaan
biasanya pergi ke dokter ahli kandungan.
2.
Upacara Pernikahan
Upacara
pernikahan anak wanita yang pertama merupakan kejadian yang sangat penting
dalam suatu keluarga. Persiapan yang dilakukan sudah berminggu-minggu
sebelumnya untuk perayaannya. Keluarga dekat dari ibu maupun ayah diminta
datang untuk membantu. peristiwa seperti
ini suatu kindred pada masyarakat Jawa mempunyai kesibukan yang luar
biasa.
Untuk
suatu perayaan pernikahan, di bagian depan rumah mempelai wanita harus dibnagun
sebuah tarub, yaitu suatu atap sementara yang mempunyai lambang dari
suatu pesta pernikahan. Sejak tarub mulai dibangun, calon pengantin
wanita dan pengantin pria tidak boleh bertemu muka lagi. Calon mempelai wanita
bahkan dilarang keluar rumah dan harus berusaha berada di kamarnya sebanyak
mungkin.
Dua
hari sebelum pernikahan dilangsungkan selalu diadakan upacara slametan sederhana,
dengan mengundang tetangga pria yang tinggalnya paling dekat. Sehari
sebelumnya, mempelai wanita harus menjalankan upacara mandi (siraman)
yang dimulai kira-kira jam 9 pagi. Upacara ini dilakukan di bagian belakang
rumah. Dimana sudah disediakan air yang diambil dari tujuh sebuah sumur yang
sudah mendapatkan restu dari orang tua yang mempunyai cucu banyak dan juga
diberi wangi-wangian dan berbagai macam daun dan kelopak bunga. Dan upacara
lainnya.
3.
Sistem Kekerabatan orang Jawa.
Hubungan
kekerabatan, terutama berfungsi dalam sektor-sektor kehidupan sekitar berbagai
aktivitas rumah tangga. Kebutuhan manusia untuk bergaul akrab, yang dapat
memberikan rasa hangat dan juga yang dapat menjamin hari tua itu diperolehnya
dalam keluarga intinya.
Keluarga-keluarga
luas yang merupakan kesatuan-kesatuan sosial yang benar-benar berdiri sendiri.
Dalam arti bahwa kesatuan sosial itu mengelola ekonomi rumah tangga serta hak
miliknya, membantu dalam usaha pertanian untuk memenuhi kebutuhan sendiri,
serta bekerja sama dalam berbagai aktivitas lain, termasuk perayaan-perayaan
yang bersifat adat maupun keagamaan.
Satu-satunya
kegiatan yang masih melibatkan para warga keluarga luas adalah penyelenggaraan
perayaan-perayaan adat dan keagamaan. Adapun fungsi yang bersifat kadangkala
dari keluarga luas ini seringkali juga tidak dapat menyamai bantuan spontan
yang diberikan oleh para tetangga pada waktu tetulung layat.
Seperti
halnya semua sistem kekerabatan, sistem kekerabatan Jawa juga mempunyai fungsi circumsciptiptive,
yaitu yang dapat memberikan semacam identitas kepada warganya, yang dapat
meninggikan kedudukan sosial serta gengsinya, yang menentukan hak serta kewajibanya
mengenai warisan nenek moyangnya, serta pembagian warisan kepada keturunannya.
Warga
kerabat diluar keluarga inti atau keluarga luas terbatas, tidak banyak artinya
dalam kehidupan seorang petani Jawa, ada dua kelompok kerabat yang lebih besar
dalam masyarakat Jawa, yaitu sanak
sedherek (kindred) dan alur-waris (ambilineal ancestor-oriented
kingroup), yang terutama terdapat di daerah bagalen.
b.
Sistem Pertanian Masyarakat Jawa
Sejak
lama para petani Jawa menanam hasil bumi dalam bidang-bidang tanah yang sangat
kecil, dan dengan tenaga manusia yang
berlebihan. Dalam suatu sumber tertulis bahwa pada masa itu setiap
petani Jawa rata-rata memiliki setengah hektar tanah (berupa tanah tegalan dan
tanah sawah) (pelzer 1963:124).
-
Sistem Pemilikan Tanah
Petani
Jawa yang memiliki sebidang tanah yang agak luas biasanya menyerahkan beberapa
bagian tanahnya kepada petani lain yang biasanya tidak memiliki tanah, untuk
digarap berdasarkan berbagai cara. Pertama, ada cara untuk menyewakannya, yang biasanya berlangsung selama lebih dari
sekali panen. Karena dengan demikian, harga sewa itu lebih menguntungan dari
pada yang hanya sekali panen, namun harga sewa itu juga tergantung pada
beberapa faktor lain, misalnya kualitas dan keadaan tanah, dan hubungan antara
pemilik dan penyewanya dan lain-lain.
-
Cara Pemakaian Tanah
Ada
tiga cara pemakaian tanah dan menyebabkan adanya tanah pekarangan depan rumah,
tanah tegalan, dan tanah sawah.
Tanah
pekarangan mengandung berbagai macam tanaman yang secara horisontal maupun
vertikal dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Hasil dari tanaman yang ditanam di
pekarangan seringkali melebihi tanaman yang ditanam di tegalan, hal ini mungkin
disebabkan karena pekarangan letaknya dekat dengan rumah sehingga mendapatkan
perawatan lebih.
Tanah
tegalan adalah tanah pertanian kering yang biasanya terletah di daerah yang
letak tanahnya curam sehingga tidak bisa digunakan untuk tanah sawah, juga
karena tanahnya yang tidak dapat menahan air, tanah semacam ini sangat mudah
terkena erosi. tanah tegalan yang letaknya di daerah daerah rendah biasanya
menghasilkan dua kali panen dalam setahun dari tanaman-tanaman jangka pendek
seperti jagung, kedele, maupun tanaman yang sifatnya cukup lama seperti kacang
tanah dan singkong.
Sedangkan
tanah sawah sangat tergantung pada hujan untuk mengatasi perairannya. Tetapi,
dengan pembuatan tempat penyimpanan air, dan saluran di zaman Belanda, para
petani menjadi tidak terlalu tergantung pada curah hujan. Hal ini juga
menyebabkan mereka dapat memetik hasil dua kali dalam se;tahun, bahkan
kadang-kadang tiga kali.
Silkus
pertanian sawah di Jawa dimulai akhir musim kering, yang berdasarkan kalender
jatuh pada bulan Oktober atau November, tetapi dalam kenyataan dimuainya silkus
itu berdasarkan perhitungan buku primbon yang dilakukan oleh para petani
dengan bantuan dukun petangan.
c.
Kesenian Masyarakat Petani Jawa
Biasanya,
selama musim-musim orang sibuk bekerja di tegalan atau di awah. Maka,
bulan-bulan setelah akhir panen merupakan waktu bersuka ria. Dalam saat-saat
seperti itulah para dalang dan penari wanita sibuk melayani permintaan untuk
mengadakan pertunjukan di berbagai perayaan, misalnya pesta sunatan,
perkaawinan dan sebagainya.pesta-pesta dengan mendatangkan dalang untuk
pertunjukan wayang kulit dan rombongan penari itu sebenarnya hanya dilakukan
oleh para petani yang kaya saja. Sedangkan penduduk desa yang miskin dapat
menikmati semua pertunjukan itu dari halaman rumah dimana pertunjukan itu
berlangsung.
Mengenai
seni tari dan drama rakyat ada suatu aneka warna yang luas berdasarkan lokasi,
tetapi pada umumnya di seluruh daerah Jawa pertunjukan seni rakyat bisa
berwujud:
1.
Fragmen tarian drama memakai topeng.
2.
Pelawak-pelawak bertopeng yang menari dan menyanyi.
3.
Pertunjukan dengan penari yang berpakaian menyerupai raksasa
4.
Tarian kuda kepang
5.
Tarian yang ditarikan oleh gadis-gadis remaja
6.
Pertunjukan sulap, seni drama merupakan pertunjukan paling penting.
7.
Pertunjukan wayang kulit.
8.
Pertunjukan ahli cerita
9.
Pertunjukan selawatan yang berorientasi Islam.
Kesenian
lainnya yang melibatkan banyak orang misalnya wayang orang. Yaitu tarian
topeng yang besar karena jumlah penari dan pemain seni suara dalam rombongan
wayang orang juga lebih besar. Alat bunyi-bunyian yang dipergunakan pun lebih
banyak dan bermacam-macam. Para penari itu jumlahnya sekitar delapan sampai
sepuluh orang yang terdiri dari pria dan wanita. Wayang orang biasanya
disewa untuk perayaan pada pesta-pesta besar.
Kemudian
di daerah Pesisir Barat tarian-tarian drama dengan penari yang bertopeng juga
ada begitupun di daerah Sunda Priangan. Ada dua macam tarian topeng yaitu: 1.
Tarian topeng babakan yaitu tarian topeng yang kecil. 2. Wayang orang
atau tarian topeng yang besar.
Topeng
babakan dimainkan oleh
dua atau tiga penari pria atau wanita, dengan iringan empat sampai lima pemain
seni suara yang memainkan saron, kenong, ketuk, kempul, dan kendhang.
Para penari memerankan fragmen pahlawan atau cerita panji, damar wulan atau
serat rama. Karena dalam satu cerita tokohnya banyak sedangkan para penari
berjumlah sedikit. Maka, penari itu memainkan beberapa peranan dengan cukup
mengganti topeng mereka saja.
Komentar
Posting Komentar