Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
Judul :
Secangkir Kopi Jon Pakir
Penulis :
Emha Ainun Nadjib
Tebal :
348 halaman
Penerbit : PT
Mizan Pustaka
Tahun Terbit : 2016
Cetakan : ke-
2
Buku Secangkir
Kopi Jon Pakir jika dibaca sekilas kata Pakir ini seperti kata Parkir alhasil
aku pertamanya berpikir kalau buku ini menceritakan tentang si Jon yang mungkin
seorang tukang parkir. Namun setelah membaca isinya, ternyata nama pakir itu
berasal dari bahasa arab yaitu Fakir yang menyesuaikan lidah orang Jawa.
Buku ini
merupakan buku yang dicetak ulang, cetakan pertamanya yaitu pada tahun 1992.
Buku ini menceritakan kondisi sosial masyarakat pada masa itu yang dikemas
dengan apik oleh Cak Nun (sapaan untuk Emha Ainun Nadjib). Dalam buku ini Cak
Nun menamai dirinya sebagai Jon Pakir yang mengkritisi peristiwa yang terjadi
disekitarnya. Secangkir Kopi yang disajikan disini bukanlah berupa air kopi
tapi merupakan hidangan yang sangat bergizi untuk otak kita, karena disajikan
oleh seorang pakar yang sangat hebat.
Membaca buku
ini akan menyadarkan kita mengenai kondisi-kondisi yang terjadi di sekitar
kita, walaupun itu terjadi pada masa 90’n tapi rasanya kondisi tersebut masih
kita jumpai saat ini. Buku ini juga menjadi cerminan diri, banyak sekali hal
yang dapat kita pelajari dari buku ini. Kadang aku merasa tersindir ketika
membaca beberapa bagian dari buku ini, karena kadang ada beberapa hal yang
membahas mengenai prilaku-prilaku kita yang seharusnya tidak dilakukan.
Seperti halnya
ungkapan nya mengenai Hujan Al-Mukarram yang menjelaskan mengenai kita yang
seolah takut huja dan menghindari hujan padahal manusia itu makhul waterproof
yang tidak akan kenapa-kenapa bila terkena hujan tapi sebenarnya yang kita
lindungi bukanlah tubuh kita tapi adalah pakaian kita dimana berpakaian sudah
menjadi sebuah budaya. “Tapi astaga, saya lupa. Ada yang namanya kebudayaan!
Kebudayaan ialah memakai sandal, celana, dan baju. Kebudayaan tinggi ialah
memakai sepatu, jas dan dasi. Astaga, anehnya, kalau keluar rumah tanpa alas
kaki, itu tak berbuday”, halaman 135.
Kelebihan
Sajiannya
sangat menarik, pembahasan yang kadang diselingi dengan humor menjadikan kita
tidak jenuh ketika membaca. Bagian-bagian judul yang singkat juga membuat kita
tidak bosan, antara judul ke judul lagi hanya berjarak satu sampai dua lembar.
Bahasanya juga tidak terlalu berat untuk dipahami.
Walaupun buku
ini merupakan buku cetakan ulang dan situasinya pada tahun 90’n, tapi buku ini
sangat cocok dibaca oleh pemuda jaman sekarang.
Kekurangan
Dalam
tulisannya, terkadang Cak Nun menggunakan kosa kata Bahasa Jawa yang tidak
dipahami, walaupun di beberapa bagian terdapat footnote untuk
menjelaskan makna bahasa Jawa tersebut tapi tidak semua bahasa Jawa terdapat footnote-nya.
Komentar
Posting Komentar