Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
Jika kemarin telah membahas museum Asia – Afrika, maka kali ini saya
akan membahas mengenai Konferensi Asia – Afrika.
Konferensi Asia – Afrika digelar di Kota Bandung pada 14-24 April
1955, konferensi ini dihadiri oleh 29 Negara, yaitu : Indonesia, Afganistan,
Pakistan, Birma (Myanmar sekarang), Filiphina, Kamboja, Irak, Iran, Arab Saudi,
Ceylon (Sri Langka sekarang), Jepang, Sudan, Republik Rakyat Tiongkok,
Yordania, Suriah, Laos, Thailand, Mesir, Libanon, Turki, Ethiopia, Liberia,
Vietnam Utara, Vietnam Selatan (waktu itu masih terpisah), Pantai Emas (Ghana),
Libya, India, Nepal, Yaman.
Ide diadakannya Konferensi Asia – Afrika ini diawali dengan adanya
Konferensi Kolombo yang dilaksanakan di Ceylon dan dihadiri oleh lima Perdana
Mentri dari lima negara, yaitu: Sir
John Kotelawala (Ceylon), U Nu (Birma), Jawaharlal Nehru (India), Ali
Sastroamidjojo (Indonesia) dan Mohammed Ali (Pakistan) pada tanggan 28 April –
2 Mei 1954. Konferensi ini berlangsung untuk membicakaran masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama, Presiden Soekarno kepada Perdana Mentri Indonesia,
Ali Sastroamidjojo menyampaikan ide untuk diadakannya konferensi Asia – Afrika, beliau
mengatakan bahwa hal tersebut merupakan cita-cita bersama selama tiga puluh
tahun didengungkan untuk membangun solidaritas melawan penjajahan melalui
pergerakan nasional.
Setelah Konferensi Kolombo, kemudian
diadakan Konferensi Bogor tanggal 29 Desember 1954 untuk merumuskan kelanjutan
Konferensi Asia-Afrika dan juga negara mana sajakah yang akan diundang, dan
bertempat di mana. Hasil dari Konferensi Bogor disepakati untuk melaksanakan
Konferensi Asia – Afrika di Bandung, Jawa Barat, Indonesia, bertempat di Gedung
Merdeka.
Pemerintah Indonesia saat itu
membentuk Panitia Interdepartemental untuk membantu persiapan konferensi
tersebut. Sementara di Bandung sendiri sebagai tempat diadakannya konferensi
dibentuk panitia setempat dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa
Barat. Panitia setempat bertugas mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan
akomodasi, logistic, transportasi, kesehatan, keamanan, dll.
Gedung Societeit Concordia atau
Gedung merdeka sekarang bukanlah satu-satunya tempat yang digunakan untuk
pelaksanaan Konferensi tapi juga Gedung Dana Pesiun sebagai tempat sidang
konferensi, Hotel Savoy Homan, Hotel Preanger dan juga 12 hotel lainnya serta
Bungalow di sepanjang Jalan Cipaganti, Lembang, dan Ciumbuleuit dipersiapkan
sebagai tempat penginapan peserta.
Kemudian Presiden Soekarno ketika
memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung, meresmikan penggantian
nama Gedung Societeit Concordia menjadi
Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwiwarna, dan sebagian Jalan
Raya Timur menjadi Jalan Asia-Afrika dengan tujuan lebih menyemarakan
konferensi dan menciptakan suasana konferensi sesuai dengan tujuannya.
Hasil dari konferensi ini tertuang dalam komunike yang selanjutnya
disebut Dasa Sila Bandung, yaitu sebuah pernyataan politik yang berisi
prinsip-prinsip dasar dalam usaha perdamaian dan kerja sama dunia.
Isi dari Dasa Sila Bandung adalah sebagai barikut:
1. Menghormati hak-hak
asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam
PBB.
2. Menghormati kedaulatan
dan keutuhan wilayah semua negara.
3. Mengakui persamaan
derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
4. Tidak campur tangan di
dalam urusan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap
negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan
Piagam PBB.
6. Tidak menggunakan
pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara
besar mana pun. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
7. Tidak melakukan
tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
8. Menyelesaikan semua
perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan,
konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya
yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
9. Meningkatkan
kepentingan dan kerja sama bersama.
10. Menjunjung tinggi
keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Selain Dasa Sila Bandung, Konferensi Asia – Afrika juga melahirkan
gerakan Non-Blok yaitu gerakan yang tidak memihak kemanapun, mengetahui waktu
itu kondisi dunia dalam situasi memanas pasca perang dunia ke-2. Lahir dua blok
kekuatan yang bertentangan secara ideology, yaitu Blok Barat yang dipimpin oleh
Amerika dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet. Kemudian perang dingin
berkembang menjadi konflik perang terbuka seiring dengan panasnya situasi,
seperti yang terjadi di wilayah Korea dan Indo-Cina. Dan juga perlombaan
pengembangan senjata nuklir semakin meningkat. Hal ini menimbulkan ketakutan
akan kembali dimulainya Perang Dunia dan akibat dari situasi tersebut
penderitaannya dirasakan oleh wilayah Asia dan Afrika, maka dari sinilah
perlunya diadakan Konferensi Asia Afrika.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar