Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
Sedekah,
memberikan sesuatu kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan kemampuan
memberi. Dalam setiap harta kita terdapat harta orang lain maka disitu kita
diwajibkan untuk bersedakah sesuai kemampuan kita. Seberapa ukuran sesuai
kemampuan kita tersebut? Hanya diri sendiri yang tau. Sedekah yang ikhlas itu
lebih baik dan sangat dianjurkan karean kalau kita sedekah dengan ikhlas akan
mendapatkan keberkahan bagi kita dan bagi yang menerimanya. Lalu bagaimana
dengan sedekah yang ditentukan? Misalkan sekian ribu atau sekian liter beras
dll. Kalau yang memberikan ikhlas itu tidak masalah, tapi bagaimana jika yang
tidak ikhlas?, masa iya Cuma lima ribu tidak iklas?. Kita gak tau kalau uang
lima ribu itu sangatlah dibutuhkannya karena dia mempunyai kebutuhan lain dan
dia hanya mammpu memberi dua ribu dengan ikhlas, alhasil setelah sedekah
memberikan uang lima ribu dia mengeluh, yahh. Memang uang lima ribu itu kecil
tapi gak semua orang bisa ikhlas sedekah walau hanya lima ribu, karena kita gak
tau kemampun dia sedekah dengan ikhlas itu berapa.
Sering
mendengar pertanyaan seperti ini, ketika di masjid disaku bajumu ada uang dua
lembar yang satu berwarna hijau kucel dan satu lembar berwarna biru, mana yang
akan kamu masukan ke kotak amal? Sudah dapat dipastikan adalah yang warna hijau
kucel alias seribu rupiah. Gak semua orang seperti itu banyak juga yang memilih
warna biru untuk dimasukan ke kotak amal. Seperti yang dikatakan tadi karena
kemampuan ikhlas seseorang itu tidak sama. Jadi kita gak bisa langsung menjudge
orang yang memberikan uang seribu itu pelit banget, lebih pelit mana dengan
orang yang tidak pernah sedekah sepeserpun.
Di Desa
Lengkong Wetan ada satu Masjid yang selalu ramai oleh jamaahnya namanya Masjid
Abu Bakar, setiap berjamaah shalat lima waktu shafnya selalu penuh. Karena penasaran
bagaimana caranya bisa membimbing masyarakat sehingga mereka mau berjamaah
selalu setiap melaksakan sholat, karena melihat masjid-masjid dimanapun itu yang
berjamaah itu paling orang-orang yang sudah lanjut usia dan mungkin hanya ada
satu shaf mentok dua shaf itupun kalau shalat magrib sama subuh aja. Aku melihat
ini keren banget masyarakat selalu berjamaah shalat fardhu lima waktu. Akhirnya
aku berkunjung ke rumahnya pak Urip selaku imam masjid sekalian silaturahmi. Akhirnya
Pak Urip menceritakan bagamana sejarah singkat berdiriya masjid Abu Bakar.
Masjid Abu
bakar berdiri diatas tanah wakaf seorang anak yang ayahnya berangkat haji
pertama di Lengkong wetan. Masjid ini awalnya tidak memiliki nama masyarakat
menyebutnya masjid 50 perak, bukan karena masjid ini didirikan dengan uang 50
perak. Tetapi, Pak Urip sebagai imam masjid mengadakan sedekah rutin setiap
hari tapi dengan sedekahnya harus 50 perak tidak boleh lebih. Aku tidak tau
waktu itu 50 perak termasuk jumlah besar atau kecil, tapi aku pernah rasakan
jajan dengan uang 50 perak bahkan 25 perak waktu kecil, 50 perak itu
mendapatkan es lilin satu. Mengapa pak Urip memberikan kewajiban sedekah dengan
50 perak? Beliau mengatakan “kalau meminta sedekah seikhlasknya kadang mereka
melihat orang lain yang ikhlas dengan uang yang besar kemudian dia iklasnya
sedikit tapi karena melihat orang lain sedekahnya besar maka dia ikut-ikutan
memberikan besar hanya karena tidak mau dibilang pelit atau apapun. Maka kami
mengambil jumlah yang paling sedikiti dan harus memberikan segitu gak boleh
lebih walaupun dia ingin lebih, karena ikhlas itu penting. Kalau sedekanya ikhlas
majid yang akan dibangun ini akan mendapatkan keberkahan”. Maka masjid itu
dinamakan masjid 50 perak sampai kemudian pada tahun berapa, aku lupa, ada imam
Madinah yang singgah di Masjid tersebut untuk sholat dan bertanya ini masjid
apa? karena belum ada namanya maka imam tersebut memberikan nama Masjid Abu
Bakar.
Masjid Abu
Bakar tidak pernah sepi walaupun itu bukanlah masjid utama desa tersebut,
setiap tahun pasti ada yang sedekah untuk perbaikan masjid sehingga masjid
tersebut sampai sekarang masih terlihat seperti baru padahal masjid itu dibagun
tahun 80’n. Sedekah selalu berdatangan apalagi ketika ramadhan, masjid Abu
Bakar selalu kebanjiran sedekah. Jamaahnya pun selalu ramai selama bulan
ramadhan mereka melakukan buka pusa bersama selama sebulan. Bukan puasa
bersamanya tujuan mereka tapi shalat magrib berjamaah, karena prisnsip mereka adalah
dalam keadaan apapun sebisa mungkin shalat harus berjamaah.
Dari cerita
tersebut aku banyak mengambil ilmu yang sangat berarti. Aku sangat setuju
dengan metode sedekah yang diterapkan. Bukan banyak uang yang mereka harapkan
agar masjid tersebut pembangunannya cepat selesai, tapi keihlasan, karena
dengan keihlasan maka semuanya akan mendapatkan keberkan itu yang dikatan Pak
Urip kepada kami.
Ditulisan ini
bukan berarti aku menganjurkan untuk sedekah dalam jumlah sedikit, hanya sedekah
dengan ikhlas itu rasanya lebih baik daripada sedekah dalam jumlah besar tapi
tidak ikhlas apalagi sedekah yang seperti diwajibkan harus sekian, jika yang
ditentukannya sedikit itu tidak masalah karena beberapa hari kemudian juga akan
lupa dengan uang tersebut, tapi jika jika banyak aku tidak setuju karena bisa
jadi dia akan ingat selalu uang tersebut dan rasa ikhlasnya gak datang-datang.
Aku pernah
tinggal di suatu tempat, ketika aku masuk itu bayar pendaftaran atau mereka
menyebutnya uang pembangunan 500 ribu, kemudian ketika keluar atau mau pindah
karena gak betah tinggal ditempat tersebut harus bayar lagi sesuai biaya daftar
tadi berarti 500 ribu dong, dengan alasan
sedekah. Aku berfikir kalau dengan alasan sedekah emang gak bisa setengahnya
atau berapa gitu. Uang 500 ribu itu bagi aku yang bukan dari keluarga berada
itu sangat besar, susah sekali mendapatkan uang tersebut, diminta tapi dengan
alasan sedekah, itu tidak enak banget dengernya, kalau memang itu buat denda
karena aku mau pindah ya denda aja jangan pakai kata sedekah, itu menurut aku.
Sekian. Maaf ini
bukan tulisan sih, ini curhat aja, terimakasih sudah mau membaca..
Komentar
Posting Komentar