Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia khususnya di
pulau Jawa. Tak banyak referensi yang menjelaskan tentang
kapan pondok pesantren pertama berdiri dan bagaimana perkembangannya pada zaman
permulaan. Bahkan istilah pondok pesantren, kyai dan santri masih di
perselisihan. Menurut Manfred Ziemek, kata pondok berasal dari kata funduq
(Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang
merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat
asalnya. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang di imbuhi
awalan pe- dan akhiran –an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah
tempat para santri. Terkadang juga di anggap sebagai gabungan kata santri
(manusia baik) dengan suku kata (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat
berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Ketika membicarakan sejarah kemunculan
pesantren, ada beberapa hal yang harus dipahami dari keberadaan pesantren itu
sendiri. Pertama, keberadaan pesantren hanya dipahami sebagai tempat
pengajian dan pengajaran kedua setelah masjid. Kedua, pesantren juga
dapat dipahami sebagai institusi yang di dalamnya terdapat beberapa elemen,
seperti, masjid, pondok, kyai, santri dan kitab klasik.
Terlepas dari itu,
karena yang di maksudkan dengan istilah pesantren dalam pembahasan ini adalah
sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan agama Islam di Tanah Air (khususnya
Jawa) di mulai dan di bawa oleh wali songo, maka model pesantren di pulau Jawa
juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman wali songo. Karena itu
tidak berlebihan bila di katakan pondok pesantren yang pertama didirikan adalah
pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh
Maulana Maghribi.
Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan
sekomplek sekarang. Pada awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat Islamisasi
dan sekaligus memadukan tiga unsur pendidikan, yakni ibadah: untuk menanamkan
iman, tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan
kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bukunya Zamakhsyari Dhofier yang berjudul tradisi
pesantren menyebutkan bahwa pesantren sebagai basis kegiatan dakwah dan
penyebaran Islam berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat perkembangan Islam.
Lembaga-lembaga pesantren merupakanlembaga yang paling menentukan watak dan
corak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dulu. Ia juga memegang peran
penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Dalam perjalan
sejarahnya, eksisstensi psantren di Indonesia, scara umum, dapat dipandang
sebagai satu-satunya lembaga pendidikan keagamaan Islam yang paling tua. Bahkan
Pegeaud dan de Graaf dalam Van Bruinessen, menyatakan bahwa pada periode awal
abad 16 M, pesantren menjadi tempat sangat penting, serta menjadi pusat
kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam. Pegeaud dan de Graaf juga menegaskan
bahwa apa yang disebut pesantren dimaknai sebagai sebuah komunitas independen
yang tempatnya jauh di pegunungan, dan berasal dari lembaga sejenis zaman
pra-Islam, yaitu mandala dan asrama.
Masih menurut van
Bruinessen, menyebutkan pesantren masih perlu kajian lebih lanjut. Sebabnya,
eksistensi pesantren masih bisa dihubungkan dengan beberapa indikasi dengan
keberadaan tempat-tempat pertapaan pra-Islam yang tetap bertahan sampai
beberapa waktu setelah Jawa di Islamkan. Sementara itu pandangan Dhofier dan
Ghalba, keberadaan pesantren merupakan wadah untuk memperdalam agama, sekaligus
pusat penyebaran Islam yang diperkirakan telah ada sejalan dengan gelombang
pertama proses pengislaman tanah Jawa sekitar abad 16 M.
Van Bruinessen lebih
lanjut menyatakan, bahwa pola khas keberadaan pesantren sebagai lembaga
pendidikan masih mereflesikan pengaruh asing, sekalipun telah tercampur dengan
tradisi local yang lebih tua. Dalam pandangan Steenbrink, pendidikan model
pesantren sejatinya dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia,
model prndidikan pesantren telah lama digunakan secara umum untuk pendidikan
dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa,
model tersebut kemudian diambil alih dan diadopsi oleh Islam.
Sunyoto juga
mengemukakan pendapat yang tidak jauh berbeda, menurutnya, pesantren merupakan
lembaga pendidikan dan penyebaran Islam yang lahir dan berkembang sejak masa
permulaan kedatangan Islam. Lembaga ini sudah ada jauh sebelum kedatangan
Islam. Perguruan berasrama ini merupakan lembaga tempat mendalami agama Hindu
dan Budha. Hanya saja, ada perbedaan diantara keduanya. Lembaga pendidikan pada
zaman Hindu-Budha hanya di datangi oleh anak-anak dari golongan aristocrat,
sedang pada zaman Islam lembaga pendidikan ini justru banyak dikunjungi anak
dan orang-orang dari segenap lapisan masyarakat, terutama dari kelompok
menengah kebawah.
Menurut Rahardjo,
sebagai yang bersifat indigenous pesantren telah memperlihatkan citra dirinya
dan kekhasannya sebagai bagian dari tradisi dan hal yang asli Indonesia.
Pesantren mereflesikan pola kultural masyarakat Indonesia, seperti halnya orang
melihat gotong-royong sebagai ciri khas masyarakat Indonesia. Karena itu,
eksistensi pesantren jangan semata-mata dilihat sebagai salah satu manifestasi
keislaman, tapi harus dilihat pula sebagai sesuatu yang bersifat Indonesia.
Sebabnya, sebelum Islam datang ke Indonesia, lembaga dengan model pesantren
sudah ada di Indonesia. Jelasnya, pesantren pada dasarnya merupakan hasil
penerapan akulturasi masyarakat Indonesia terhadap kebudayaan Hindu-Budha.
Lalu, kebudayaan Islam menjelmakan sesuatu lembaga lain dengan warna Indonesia,
yang berbeda dengan apa yang dapat dijumpai di India atau Arab.
Sejak awal masuknya
Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi kaum
muslimin. Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang
perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah
Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. Bukti yang dapat kita
pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa
kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan
baru. Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang
mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem
pendidikan Islam. Malah pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan
dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita
lihat dari kebijaksanaan berikut.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan
Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan
pendidikan pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi
tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus
mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi
dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran
mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas
dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan
pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah. Peraturan-peraturan tersebut
membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap
pendidikan Islam di Indonesia. Namun demikian, pendidikan pondok pesantren juga
menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan
kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan
sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam
administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah
umum tersebut. Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren
sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun. Ini berarti bahwa jumlah
anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun
dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum
yang baru saja diperluas. Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil
mati sebab santrinya kurang cukup banyak.
Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang
dikeluarkan pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat
pemerintah RI, memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan
dan pertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup
pelan karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan
dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuatnya dan pesatnya
luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini, ternyata “jiwa Islam tetap
terpelihara dengan baik” di Indonesia.
x
Komentar
Posting Komentar