Langsung ke konten utama

Resensi Novel Sangkakala di Langit Andalusia -- Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra

  Judul               : Sangakala di Langit Andalusia Penulis              : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal                : xii+472 hlm Penerbit            : Republika Tahun Terbit     : 2 022 Cetakan            : ke- 1   Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat   yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se

Cerpen: Ketika Si Coklat Pekat Datang

Hallo semuanya, kali ini aku menulis sebuah cerpen, selamat membaca.....




Ketika Si Coklat Pekat Datang

Keadaan kelas sudah begitu membosankan, sudah berapa kali Indah menengok jam dinding diam-diam takut ketahuan Bu Murni yang sedang menjelaskan rumus Al-Jabar. Ini adalah jam terakhir dan terasa begitu lama bila diisi dengan mata pelajaran Matematika. Indah mengalihkan pandangannya ke luar kelas untuk mengurangi jenuh, sepertinya hari ini akan hujan lgi cuaca begitu mendung ucapnya dalam hati. Benar saja tidak lama hujan turun, Indah menghembuskan nafas kecewa sepertinya akan pulang lebih lama atau pulang menerobos hujan.
Indah adalah Siswa Madrasah Tsanawiyah di Kecamatan Dukuh, kampungnya lumayan jauh dan juga akses kendaraan umum masih susah sehingga apabila dia pulang pergi ke rumahnya dia akan mengorbankan banyak waktu dan juga materi. Dia memutuskan tinggal di Pesantren dekat Sekolah sekaligus mendalami pelajaraan keagamaan, walau harus tinggal jauh dari orang tuanya tapi itu lebih baik dari pada merepotkan orang tua dengan meminta bekal dua kali lipat dan terlambat setiap hari.
Bel berbunyi empat kali, itu tandanya kegiatan belajar mengajar berakhir. Indah langsung membereskan bukunya ke dalam tas, tapi kemudian dia bingung, hujan sepertinya semakin deras. Sudah tiga hari hujan turun di waktu pelajaran terakhir dan akan reda jam empat sore, ini membuat Indah kesal karena jemuran pakaiannya tidak kering juga harus pulang menerobos hujan karena tidak sabar menunggu reda.
“Indah yuukk” Naya teman sekamarnya menghampiri.
“kita pulang hujan-hujanan lagi”
“sepertinya begitu, kalau kamu gak mau nunggu di sekolah sampe jam empat”
Indah mengikuti ide Naya, mereka melepas sepatu dan menyimpanya di laci meja di kelas, besok mereka harus berangkat lebih pagi kalau bisa siswa pertama yang datang, karena besok mereka akan berangkat dengan sandal jepit. Mereka pulang berlari menerobos hujan dengan kaki telanjang dan memeluk tas agar tak basah oleh hujan. Beruntung tasnya sudah ada pelindung hujan kalau tidak mungkin mereka juga akan menyimpan tasnya di kelas dan besok harus datang lebih pagi lagi karena belum mengerjakan PR.
***
            Untung tadi pulang hujan-hujanan pikir Indah karena hujan hari ini baru berhenti menjelang magrib dan itupun tidak reda total karena masih menyisakan gerimis. Pesantrennya terletak di pinggir kecamatan dekat dengan sungai yang merupakan sungai besar di kabupaten, karena sungai ini mengalir di sepanjang kabupaten ini. Sehingga deru derasnya sungai terdengar sekali dari Pesantren.
            “Ndah kamu mikirin apa sih senyum-senyum sendiri” Naya mengusik lamunan Indah
“ternyata seru juga yah pulang sekolah hujan-hujanan” jawab Indah yang kemudian disambut tawa mereka. mereka baru saja pulang dari masjid setelah melaksanakan sholat magrib berjamaah dilanjutkan dengan membaca Surah Yasin, karena malam ini adalah malam jum’at maka pengajian diganti dengan membaca Surah Yasin bersama di Masjid hingga berjamaah Isya, setelahnya santri diperbolehkan kembali melakukan aktivitas mereka di kamar masing-masing. Seperti di Pesantren Salafi pada umumnya santri akan diberikan keringan setiap hari Jum’at untuk Istirahat lebih lama atau pengajian rutin diliburkan sampai ashar.
Gemuruh  sungai terdengar menyeramkan ketika malam hari, terdengar begitu jelas, hujan di luar juga masih menyisakan suara gemericik. Hujan ini awat sekali pikir Indah, menambah cekam suasana. Indah menengok ke samping kanan-kirinya, teman sekamarnya sudah tertidur semua, Indah melirik jam, baru jam Sembilan kenapa sudah sepi sekali. tiba-tiba bulu kuduknya serasa berdiri tapi PR-nya belum selesai satu soal lagi. Tak berpikir panjang Indah langsung menutup bukunya, dilanjutkan besok di kelas gumamnya kemudian menarik selimut berusaha tidur dengan cepat.
Mungkin baru tiga puluh menit Indah tertidur karena tiga puluh menit sebelumnya dia tak bisa tidur takut bercampur gelisah. Tiba-tiba ada yang mengetu pintu keras sekali.
“kamar Fatimah ayo bangun-bangun cepat…” berisik sekali pikir indah tapi dia juga mendengar seperti ada pengumuman dari Toa Masjid.
“Indah bangun Indah ayo bangun di luar banjir” demi mendengar kata banjir yang diucapkan Teh Halimah, Indah langsung meloncat ke jendela dan melihat apa yang  sebenarnya terjadi. Benar saja pemandangan coklat pekat dengan deras mengalir di halaman Pesantren. Tubuhnya langsung gemetar, ini kali pertamanya Indah melihat Banjir, kampungnya berada di pegunungan tak mungkin terjadi Banjir. Walau Indah pernah mendengar kalau Pesantrennya ini sering terjadi banjir karena luapan sungai di belakang pesantren. Tapi menurut cerita Teh Halimah kemarin, sudah dua tahun banjir tak pernah datang lagi. Indah masih terpaku di jendela melihat arus banjir yang semakin tinggi.
“Indah ayo siap-siap kita harus segera ke depan” ucapan Teh Halimah menyadarkan Indah, bahwa dia harus segera membereskan barangnya.
“bawa yang seperlunya saja Indah, Banjir ini tidak lama”
“iya teh” Indah menurut.
Sementara itu Naya yang juga sama paniknya dengan Indah, ketika di bangunkan ada banjir langsung loncat tapi bukan ke jendela melainkan langsung membuka pintu utama, karena baru pertama melihat arus banjir di depan mata, Naya menangis di depan pintu. Sedang yang lain sibuk siap-siap untuk mengungsi, Naya masih menangis di depan pintu. Indah yang tersadar tidak melihat Naya langsung mencarinya dan menemukan Naya yang sedang menangis di depan pintu.
“ya ampuun Naya, ayo siap-siap kita harus ke depan” sementara Naya masih menangis memanggil-manggil ibunya, akhirnya Indah menarik tangan Naya.
Semua santri di suruh ke depan dekat dengan jalan raya karena di sana tempatnya lebih tinggi dari pesantren. Indah berhenti di ujung jalan pesantren sekali lagi dia memandang ke halaman pesantren. Pemandangan ini takkan terlupakan, ketika si coklat pekat datang tanpa instruksi begitu saja mengusik orang yang sedang terlelap. Banjir semakin meninggi skarang sudah sampai pintu madrasah dan mungkin sebentar lgi akan masuk kedalam madrasah. Walaupun bangunan pesantren ini dibangun dengan pondasi tinggi dan sepertinya memang untuk menghindari banjir tapi ternyata banjir mampu melewatinya.


Penulis     : Iin Hindasah
FB            : Iin Hindasah
Instagram : Hindasah19
Twitter      : @iinhindasah1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi novel TENTANG KAMU Tere LIye

Judul               : Tentang Kamu Penulis             : Tere Liye Tebal               : vi+524 halaman Penerbit           : Republika Tahun Terbit    : 2017 Cetakan           : ke-7             Tere Liye merupakan seorang novelis terkenal di Indonesia, novel yang diterbitkan selalu menjadi best seller dan tidak mengecewakan. Novel Tentang Kamu salah satu novel tere liye dari 28 karyanya yang juga best seller, sayangnya, walaupun novel-novelnya best seller Tere Liye memberhentikan penerbitannya karena pajak penulis yang tinggi, tapi tenang bagi penikmat tulisan-tulisan Tere Liye kita masih bisa mendapatkannya lewat e-book.             Novel Tentang kamu menceritakan seorang  pengacara asal Indonesia yang bekerja di Thompson & Co bernama Zaman yang kemudian mendapatkan tugas untuk mencari ahli waris dari seorang perempuan bernama Sri Ningsih yang memiliki jumlah warisan yang sangat banyak. Untuk menyelesaikan kasus ini zaman harus menelusuri kehidupan Sri Ningsih

Resensi Buku "RENTANG KISAH" Gita Savitri Devi

Judul Buku      : Rentang Kisah Penulis             : Gita Savitri Devi Tebal Buku      : 207 Penerbit           : Gagas Media Tahun Terbit    : 2017 Gita Savitri Devi adalah seorang vloger yang banyak diidolakan oleh remaja Indonesia karena isi vlognya yang banyak menginspirasi, keluesannya berbicara di depan kamera dan juga karena konten-kontennya yang banyak mengkritik keadaan Indonesia menjadikannya mendapatkan tempat dihati masyarakat. Seorang lulusan Kimia Murni di Freie Universitat Berlin ini merasa risih melihat aktivitas media sosial pemuda Indonesia yang isinya kurang berfaedah, dia berusaha merubah hal tersebut dengan menjadikan media sosial untuk hal-hal yang positif. Selain aktif sebagai youtuber Gita yang masih betah tinggal di Jerman ini juga aktif menulis di blog. Buku Rentang Kisah adalah buku pertamanya, buku ini menceritakan perjalanan hidupnya dari mulai SMA hingga sekarang. Diawal bab, diceritakan bagaimana Gita di SMA dan juga hubungannya dengan s

Resensi Buku SECANGKIR KOPI JON PAKIR - Emha Ainun Nadjib

Judul               : Secangkir Kopi Jon Pakir Penulis             : Emha Ainun Nadjib Tebal               : 348 halaman Penerbit           : PT Mizan Pustaka Tahun Terbit    : 2016 Cetakan           : ke- 2 Buku Secangkir Kopi Jon Pakir jika dibaca sekilas kata Pakir ini seperti kata Parkir alhasil aku pertamanya berpikir kalau buku ini menceritakan tentang si Jon yang mungkin seorang tukang parkir. Namun setelah membaca isinya, ternyata nama pakir itu berasal dari bahasa arab yaitu Fakir yang menyesuaikan lidah orang Jawa. Buku ini merupakan buku yang dicetak ulang, cetakan pertamanya yaitu pada tahun 1992. Buku ini menceritakan kondisi sosial masyarakat pada masa itu yang dikemas dengan apik oleh Cak Nun (sapaan untuk Emha Ainun Nadjib). Dalam buku ini Cak Nun menamai dirinya sebagai Jon Pakir yang mengkritisi peristiwa yang terjadi disekitarnya. Secangkir Kopi yang disajikan disini bukanlah berupa air kopi tapi merupakan hidangan yang sangat bergizi untuk otak