Langsung ke konten utama

Resensi Novel Sangkakala di Langit Andalusia -- Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra

  Judul               : Sangakala di Langit Andalusia Penulis              : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal                : xii+472 hlm Penerbit            : Republika Tahun Terbit     : 2 022 Cetakan            : ke- 1   Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat   yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se

PENYEBARAN ISLAM DI TASIKMALAYA

SEJARAH ISLAM DI TASIKMALAYA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Sejarh Islam Sunda
Dosen Pengampu: 1. Usman Supendi. M. Pd
2. Moeflich Hasbullah. M. Hum


Oleh:
Iin Hindasah               1145010060


JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNUVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan Islam di Pulau Jawa relatif cukup pesat dan proses penyebarannya semakin intensif setelah adanya para mubaligh yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Penyebaran Islam semakin terorganisir setelah berdirinya pusat-pusat kekuasaan Islam dalam bentuk pemerintahan, seperti kesultanan Demak dan Cirebon. Dan Islam pun sampai ke pelosok-pelosok Pulau Jawa.
Islam sampai ke Kabupaten Tasikmalaya dengan peran para mubaligh, namun sebelum kedatangan Islam di Tasikmalaya terdapat sebuah pemerintaha yaitu yang berpusat di Galunggung yang masyarakatnya menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Islam disebarluaskan di Tasikmalaya oleh seorang tokoh bernama Syekh Abdul Muhyi yang menetap di Pamijahan dengan menghilangkan kepercayaan masyarakat setempat terhadap ajaran terdahulunya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Kabupaten Tasikmalaya?
2.      Bagaimana Sejarah Kerajaan Sukapura di Tasikmalaya?
3.      Bagamana Penyebaran Islam Oleh Syekh Abdul Muhyi?
C.     Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui Sejarah Kabupaten Tasikmalaya
2.      Mengetahui Sejarah Kerajaan Sukapura di Tasikmalaya
3.      Mengetahui Penyebaran Islam Oleh Syekh Abdul Muhyi






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Kabupaten Tasikmalaya
Dimulai pada abab ke 7 sampai abad ke 12 di wilayah yang sekarang dikenal sebagai kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk pemerintahan kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap sah apabila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abab tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.
Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan peguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, Berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari sang Batari inilah mengemuka ajaranya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakandang Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmipada jaman prabu siliwangi (1482-1521M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.
Periode selanjutnya adalah periode pemeritahan di Sukakerta dengan Ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteng yang masa hidupnya sejaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem sukaketa sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.
Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran Sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Djati sejak tahun 1528 berkeliling keseluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri mungkin sekali dalam Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari pajajaran. Tidak mustahil pulakedua penguasa itu sudah masuk Islam.
B.     Kerajaan Sukapura
Pemerintahan di Sukapura didahului oleh masa pergolakan di wilayah Priangan yangberlangsung kurang lebih 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau Jawa pada awal abad ke 17 M yaitu Mataram Banten dan VOC yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta kemudian diangkat menjadi Bupati daerah Sukapura, dengan gelar Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa-jasanya membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibukota negeri yang awalnya di Dayeuh Tengah, Kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja dan “negara” disebut “Sukapura”.
Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang belakangan lebih dikenal dengan gelar Raden Suryadiningrat yang diberikan Panembahan Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur 1595.
Kehadiran putra Pati Unus di wilayah Priangan Timur ini tidak terlepas dari kerjasama dakwah antara Kesultanan Banten dan Cirebon dalam usaha meng islam kan sisa-sisa kerajaan Galuh di wilayah Ciamis hingga Sukapura (sekarang Tasikmalaya).
Raden Surya dikirim ayahnya, Raden Abdullah putra Pati Unus yang telah menjadi Penasehat Kesultanan Banten untuk membantu laskar Islam Cirebon dalam usaha peng Islaman Priangan Timur. Raden Surya memimpin dakwah (karena hampir tanpa pertempuran) hingga mencapai daerah Sukapura dibantu keturunan tentara Malaka yang hijrah ketika Pati Unus gagal merebut kembali Malaka dari penjajah Portugis. Beristirahatlah mereka di suatu tempat dan dinamakan TASIKMALAYA yang berarti danaunya orang Malaya (Melayu) karena didalam pasukan beliau banyak terdapat keturunan Melayu Malaka.
Raden Surya di tahun 1580 ini di angkat oleh Sultan Cirebon II Pangeran Arya Kemuning atau dipanggil juga Pangeran Kuningan (putra angkat Sunan Gunung Jati, karena putra kandung Pangeran Muhammad Arifin telah wafat) sebagai Adipati Galuh Islam. Akan tetapi seiring dengan makin melemahnya kesultanan Cirebon sejak wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1579, maka wilayah Galuh Islam berganti-ganti kiblat Kesultanan. Pada saat 1585-1595 wilayah Sumedang maju pesat dengan Prabu Geusan Ulun memaklumkan diri jadi Raja memisahkan diri dari Kesultanan Cirebon. Sehingga seluruh wilyah Priangan taklukan Cirebon termasuk Galuh Islam bergabung ke dalam Kesultanan Sumedang Larang. Inilah zaman ke emas an Sumedang yang masih sering di dengungkan oleh keturunan Prabu Geusan Ulun dari dinasti Kusumahdinata.
Sekitar tahun 1595 Panembahan Senopati Mataram mengirim expedisi hingga Priangan, Sumedang yang telah lemah sepeninggal Prabu Geusan Ulun kehilangan banyak wilayah termasuk Galuh Islam. Maka Kadipaten Galuh Islam yang meliputi wilayah Ciamis hingga Sukapura jatuh ke tangan Panembahan Senopati. Raden Suryadiwangsa cucu Pati Unus segera diangkat Panembahan Senopati sebagai Penasehat beliau untuk perluasan wilayah Priangan dan diberi gelar baru Raden Suryadiningrat.
Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya adalah kakek dari kakek kami bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah beliau pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.
Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) ibukota Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Kemudian pada masa pemerintahan Wiradadaha VIII ibukota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Pada tanggal 1 Oktober 1901 ibukota Sukapura dipindahkan kembali ke Tasikmalaya. Latar belakang pemindahan ini cenderung berdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda. Pada waktu itu daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibukota daerah. Letak Manonjaya kurang memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang ada di Galunggung.
Nama Kabupaten Sukapura pada tahun 1913 diganti namanya menjadi kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya. Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan hari jadi Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan Prasastri Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara pentasbihan atau penobatan Batari Hyang sebagai penguasa di Galunggung.
C.     Penyebaran Islam Oleh Syekh Abdul Muhyi
Adanya penguasaan daerah Banten telah mengokohkan kekuatan Islam di bagian barat pulau Jawa dengan dua front penyebaran. Pertama, front Barat dengan pusatnya di Banten dan Kedua, front Timur dengan pusatnya di Cirebon. Dengan demikian, kekuasaan kerajaan Pajajaran di pedalaman makin terjepit oleh dua kekuatan Islam. Apalagi sejak tahun 1528 Sunan Gunung Djati memusatkan penyebaran agama Islam ke pedalaman dengan berkeliling ke seluruh tanah Sunda (Atja, Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari, Seri Monografi nomor 5, IKAM, Jakarta, 1972: 60-69, periksan Asikin).
Penyebaran Islam melalui fron barat, Banten. Telah berhasil mengislamkan masyarakat di daerah-daerah antara lain daerah Banten Selatan, Bogor, Sukabumi, dan Jakarta. Sementara penyebaran Islam di fron Timur, Cirebon Berhasil mengislamkan Masyarakat di daerah-daerah antara lain Kuningan, Majalengka, Indramayu, Subang, Cianjur, Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya ( Teguh Asmar, 1975:103). Penyebaran agama Islam keselatan dilakukan oleh Cirebon sesudah tahun 1530 dengan berhasil menundukan Talaga, dilanjutkan kedaerah selatan, yaitu Kawali, Galuh, dan Galunggung (R. Ugon Sugandi, Sejarah Majalengka,: 30) keberhasilan penyebaran agama Islam telah secara nyata menghancurleburkan kerajaan bercorak Hindu yang pernag berjaya di daerah barat Pulau Jawa, yaitu Kerajaan Pajajaran (Sunda). Sejak  saatt itu, kekuasaan-kekuasaan yang tumbuh kemudian semuanya bercorak Islam.
Penyebaran Agama Islam di Daerah Tasikmalaya dan umumnya daerah Priangan Timur tidak lepas dari perananpenguasa Kesultanan Cirebon dan Mubaligh dari Cirebon (Teguh Asmar, 1975: 103), juga tidak dapat dilepaskan dari peranan seorang penyebar agama Islam yang bernama Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan. Peranan Syek Abdul Muhyi dalam penyebaran Islam di daerah Tasikmalaya sangat besar dan diakui sampai sekarang. Kenyataan ini tampak sengan banyaknya pengelola pesantren di daerah Tasikmalaya, bahkan para penyebar Islam di Garut dan Ciamis masih mengaku sebagai keturunan murid atau bahkan keturunan dari Syekh Abdul Muhyi.
Oleh karena itu , sejarah penyebaran agama Islam di daerah Tasikmalaya tidak dapt dilepaskan dari tokoh Syekh Abdul Muhyi. Keberaadaan Syekh Abdul Muhyi yang arif dan bijaksana sangat dihormatioleh penduduk dan penguasa setempat termasuk oleh Bupati Sukapura. ( Edi S Ekajati, Masuk dan Menyebarnya Islam di Cirebon dan Sekitarnya, Bandung, Fasa Unpad, 1971:147-157) Syekh Abdul Muhyi sebenarnya masih ketrunan Mataram. Ayahnya bernama Raden Pamekel Pertempuh adalah Putera Sultan Mataram dan ibunya Nyi Gdeng Kudrat adalah puteri Bupati Timbanganten. Raden Pamekel Pertempuh sangat senang mengembara dan dalam pengembaraanya dia menetap cukup lama di Timbanganten hingga menikah dengan putri penguasa Timbanganten. Pengembaraan Raden Pamekel Partempuh bersama istri dilanjutkan ke daerah Cikelet. Raden Pamekel Partempuh meninggal di Cikelet dengan meninggalkanseorang istri dan seorang putera berusia sekitar 6 tahun yang kemudian diberi nama Syekh Abdul Muhyi
Sumber lai mengatakan Syekh Abdul Muhyi lahit di Mataram, Lombok, 1071 H 1650 dan wafat di Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1151 H/1730 M . Syekh Abdul Muhyi masih keturunan bangsawan. Ayahnya, Sembah Lebe Warta Kusumah adalah keturunan Raja Galuh (Pajajaran). Syekh Abdul Muhyi dibersarkan di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Pendidikan agama Islam pertama kalia diterimanya dari ayahnya sendiri dan kemudian dari para ulam yang berada di ampel dalam usia 19 tahun, ia berangkat ke Kuala, Aceh untuk melanjutkan pendidikannya dan berguru kepada Syekh Abdurrauf Singkel, seorang ulama sufi dan berguru tarekat Syattariyah. Setelah menamatkan pendidikan di Aceh Syekh Abdul Muhyi yang berusia 27 tahun pergi berziarah ke makam Syekh Abdul Qadir Jaelani di Baghdad dan melaksanakan ibadah haji ke Mekah, Arab Saudi.
Perjalanan dakwah Syek Abdul Muhyi dimulai setelah ibadah haji di Mekah. Syekh Abdul Muhyi berniat menyebarkan agama Islam ke daerah pedalaman Jawa Barat. Daerah yang menjadi tujuan Syekh Abdul Muhyi adalah sebuah kampung yang berada disebuah lembah yang diberi nama Mujarrad. Pada daerah lembah ini, Syekh Abdul Muhyi menemukan sebuah gua yang cocok untuk tempat mengkonsentrasikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah serta mengajarkan agama Islam. Ditempat inilah Syekh Abdul Muhyi mendirikan pesantren, pesantren inilah yang sering dianggap sebagai  pesantren tertua di wilayah Priangan (Edi S Ekajati). Salah satu tempat belajar mengaji adalah ruang gua. Sebuah tempat yang cukup tersembunyi dan dapat terhindar dari gangguan orang-orang jahat. Gua ini dikenal sampai sekarang dengan sebutan Gua Safarwadi.
Menurut salah satu tradisi lisan kehadirannya di Gua Safarwadi atas undangan bupati Sukapura yang meminta bantuannya untuk menumpasa aji-aji hitam Batara Karang di Pamijahan. Disana terdapat sebuah gua yang menjadi tempat pertapaan orang-orang yang menuntut aji-aji hitam itu. Syekh Abdul Muhyi memenangkan pertarungan melawan orang-orang tersebut hingga ia dapat menguasai gua itu. Menurut foklore setempat, Syekh Abdul Muhyi tiba di Safarwadi pada tanggal 12 Maulud tahun 854 H.
Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Syekh Abdul Muhyi dengan cara damai dan menggunakn pendekatan kemasyarakatan dan kemanusiaan. Syekh Abdul Muhyi sangat sabar, baik budi, dan suka menolong hingga disenangi dan sangat dekat dengan masyarakat. Selain itu, Syek Abdul Muhyi memiliki kecakapan dalam mengobati orang sakit dan tempat bertanya atau pemberi nasehat bagi orang-orang yang sedang mengalami kesulitan. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang bersimpati sehingga secara sukarela menyatakan memeluk Islam.
Dalam memberi pelajaran agama Islam, Syekh Abdul Muhyi melakukannya dengan melalui pendekatan budaya, seperti lagu-lagu yang menggunakan kata-kata dari Alqur’an, dan masyarakatpun diberikan doa-doa berupa kalimat Syahadat dan ayat-ayat Al-Qur’an. Doa-doa itu dimaksudkan untuk mengganti jampe-jampe yang masih dipercaya kekuatannya oleh masyarakat. Selain itu, Syekh Abdul Muhyi juga menggunakan cara tarekat. Metode ini digunakan pada hakekatnya untuk mendidik santri agar tetap mentaati dan menjalankan ibadah sesuai dengan syareat yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Seluruh ajarah Syeh Abdul Muhyi telah dituliskan oleh seorang santrinya yang bernama Syekh Nurhuda. Dalam kitab Syekh Nurhuda ditulis tentang daftar silsilah keguruan, yaitu sebuah pelajaran pertama yang harus dikenal dan dikuasai oleh setiap santri. Penulisan silsilah keguruan ini dimaksudkan agar menguatkan batin para santri pengikutnya sehingga mereka tidak akan ragu-ragu lagi akan kebenaran ajaran yang dibawanya setelah keraguan hilang, kemudian diajarkan tentang ketauhidan.
Syekh Abdul Muhyi mengajar para santrinya di dalam gua, terutama pelajaran yang menyangkut masalah yang sangat prinsipil. Penggunaan gua ini dimaksudkan agar para santri lebih serius, konsentrasi, dan mudah dalam menyerap pelajaran dengan tidak terganggu oleh situasi alam yang ada di luar.
Syekh Abdul Muhyi menetap di Pamijahan selama sekitar 40 tahun dari tahun 854 sampai dengan 894 Hijriyah. Syekh Abdul Muhyi meninggal dalam usia 80 tahun dan meninggalkan santri cukup banyak. Mereka bukan hanya berasal dari daerah Tasikmalaya, melainkan dari seluruh daerah di Jawa Barat, seperti Indramayu, Cirebon, Ciamis, Cibaduyut (Bandung), dan Cianjur bahkan dari Jember, Jawa Timur.
Santri-santri alumnus pesantren Syek Abdul Muhyi banyak yang mendirikan pesantren atau minimal menjadi guru agama di daerah asalnya. Mereka yang telah berhasil mendirikan pesantren antara lain, Syekh Abdul Qohar di Bantarkalong, Khatibul Muwahid dari Panyalahan, Abdul Qoloq dari Banagara, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, tidak aneh jika pada saat ini pesantren-pesantren yang ada di daerah Tasikmalaya, Garut, Ciamis umumnya mengaku masih keturunan Syekh Abdul Muhyi atau keturunan santri Syekh Abdul Muhyi. Selain itu muncul pula pesantren-pesantren besar yang masih kaitannya dengan Syekh Abdul Muhyi, seperti Pesantren Mahmud dan Cigondewa di Bandung, Pesantren Cilingcing di Sukapura.(Edi S Ekajati).













BAB III
SIMPULAN
      Kerajaan yang ada di Kabupaten Tasik Malaya pada abad ke 7 sampai ke 12 adalah kerajaan Galunggung dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap sah apabila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abab tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.
Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya adalah kakek dari kakek kami bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah beliau pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.
Penyebaran Agama Islam di Daerah Tasikmalaya dan umumnya daerah Priangan Timur tidak lepas dari perananpenguasa Kesultanan Cirebon dan Mubaligh dari Cirebon (Teguh Asmar, 1975: 103), juga tidak dapat dilepaskan dari peranan seorang penyebar agama Islam yang bernama Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan. Peranan Syek Abdul Muhyi dalam penyebaran Islam di daerah Tasikmalaya sangat besa dan diakui sampai sekarang. Kenyataan ini tampak sengan banyaknya pengelola pesantren di daerah Tasikmalaya, bahkan para penyebar Islam di Garut dan Ciamis masih mengaku sebagai keturunan murid atau bahkan keturunan dari Syekh Abdul Muhyi.



DAFTAR PUSTAKA
Sejarah Tasikmalaya. Bandung: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Pelestarian        Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Kesejarahan di Kabupaten Tasikmalaya. Bandung: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,       Badan Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Weni, 2011. Sejarah Penyebaran Islam Di Tasikmalaya Dan Peran Kerajaan Demak,       Cirebon, Dan Orang-Orang Malaka Dalam Penyebaran Agama Islam diakses hari          rabu di http://trianakza.blogspot.co.id/2011/01/sejarah-penyebaran-islam-di-            tasikmalaya.html





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "RENTANG KISAH" Gita Savitri Devi

Judul Buku      : Rentang Kisah Penulis             : Gita Savitri Devi Tebal Buku      : 207 Penerbit           : Gagas Media Tahun Terbit    : 2017 Gita Savitri Devi adalah seorang vloger yang banyak diidolakan oleh remaja Indonesia karena isi vlognya yang banyak menginspirasi, keluesannya berbicara di depan kamera dan juga karena konten-kontennya yang banyak mengkritik keadaan Indonesia menjadikannya mendapatkan tempat dihati masyarakat. Seorang lulusan Kimia Murni di Freie Universitat Berlin ini merasa risih melihat aktivitas media sosial pemuda Indonesia yang isinya kurang berfaedah, dia berusaha merubah hal tersebut dengan menjadikan media sosial untuk hal-hal yang positif. Selain aktif sebagai youtuber Gita yang masih betah tinggal di Jerman ini juga aktif menulis di blog. Buku Rentang Kisah adalah buku pertamanya, buku ini menceritakan perjalanan hidupnya dari mulai SMA hingga sekarang. Diawal bab, diceritakan bagaimana Gita di SMA dan juga hubungannya dengan s

Resensi novel TENTANG KAMU Tere LIye

Judul               : Tentang Kamu Penulis             : Tere Liye Tebal               : vi+524 halaman Penerbit           : Republika Tahun Terbit    : 2017 Cetakan           : ke-7             Tere Liye merupakan seorang novelis terkenal di Indonesia, novel yang diterbitkan selalu menjadi best seller dan tidak mengecewakan. Novel Tentang Kamu salah satu novel tere liye dari 28 karyanya yang juga best seller, sayangnya, walaupun novel-novelnya best seller Tere Liye memberhentikan penerbitannya karena pajak penulis yang tinggi, tapi tenang bagi penikmat tulisan-tulisan Tere Liye kita masih bisa mendapatkannya lewat e-book.             Novel Tentang kamu menceritakan seorang  pengacara asal Indonesia yang bekerja di Thompson & Co bernama Zaman yang kemudian mendapatkan tugas untuk mencari ahli waris dari seorang perempuan bernama Sri Ningsih yang memiliki jumlah warisan yang sangat banyak. Untuk menyelesaikan kasus ini zaman harus menelusuri kehidupan Sri Ningsih

Resensi Buku SECANGKIR KOPI JON PAKIR - Emha Ainun Nadjib

Judul               : Secangkir Kopi Jon Pakir Penulis             : Emha Ainun Nadjib Tebal               : 348 halaman Penerbit           : PT Mizan Pustaka Tahun Terbit    : 2016 Cetakan           : ke- 2 Buku Secangkir Kopi Jon Pakir jika dibaca sekilas kata Pakir ini seperti kata Parkir alhasil aku pertamanya berpikir kalau buku ini menceritakan tentang si Jon yang mungkin seorang tukang parkir. Namun setelah membaca isinya, ternyata nama pakir itu berasal dari bahasa arab yaitu Fakir yang menyesuaikan lidah orang Jawa. Buku ini merupakan buku yang dicetak ulang, cetakan pertamanya yaitu pada tahun 1992. Buku ini menceritakan kondisi sosial masyarakat pada masa itu yang dikemas dengan apik oleh Cak Nun (sapaan untuk Emha Ainun Nadjib). Dalam buku ini Cak Nun menamai dirinya sebagai Jon Pakir yang mengkritisi peristiwa yang terjadi disekitarnya. Secangkir Kopi yang disajikan disini bukanlah berupa air kopi tapi merupakan hidangan yang sangat bergizi untuk otak