Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
BAHASA SUNDA DI TANAH JAWA
Bahasa adalah
cermin budaya masyarakatnya. Di dalamnya terangkum pengakuan identitas dirinya sebagai sebuah etnis atau
bangsa. Namun, budaya suatu etnis tidak dibatasi oleh batas-batas wilayah
administratif pemerintahan. Batas wilayah administratif pemerintahan
bukanlah batas kebudayaan. Karena itu, tidak
mengherankan bila di daerah-daerah tertentu yang letak administratifnya berbatasan, dijumpai
kantong-kantong komunitas budaya, sebagaimana
komunitas Sunda di Jawa Tengah. Identitas utama dari komunitas budaya itu didasarkan atas bahasa pengantar sehari-hari. Selain di wilayah Kabupaten Brebes, bahasa
Sunda juga banyak digunakan warga Kecamatan Dayeuhluhur dan Wanareja Kabupaten
Cilacap. Anak-anak di sana tidak terpengaruh oleh tempat di mana mereka
tinggal. Di rumah, sekolah, atau tempat-tempat bermain, sehari-hari mereka
berbahasa Sunda. Namun, karena berada
di wilayah Provinsi Jawa Tengah, secara bertahap, murid-murid sekolah dasar di sini mulai menerima muatan
lokal bahasa Jawa.
Sekitar tahun 1990 beberapa wilayah di
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah berubah menjadi Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Hal
ini disebabkan oleh posisi sungan Citanduy yang berubah. Hal yang sama juga
pernah dialami pada tahun 1974 ketika Sungai Citanduy mengalami pelurusan,
beberapa wilayah Ciamis berubah menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah.
Namun, secara resmi pertukaran wilayah tersebut baru resmi terjadi tahun 1991.
Sungai Citanduy merupakan batas wilayah dari Provinsi Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Akibat pelurusan sungai tersebut, Jawa Barat menyerahkan 13 desa dengan
luas wilayah 146.045 hektare yang terletak di Kabupaten Ciamis ke Provinsi Jawa
Tengah. Begitu juga Jawa Tengah menyerahkan 10 desa dengan luas wilayah 381.072
hektare ke Kabupaten Ciamis. Hal ini menjadikan wilayah yang berbahasa Sunda di
Jawa Tengah dan wilayah berbahasa Jawa di Jawa Barat.
Adanya wilayah
yang berbahasa Sunda di Jawa Tengah boleh jadi bukan Karena migrasi ataupun
akibat perubahan batas wilayah administratif pemerintah. Komunitas tersebut sudah ada jauh sebelum kedua wilayah tersebut
dinyatakan wilayah administrative pemerintahan provinsi pada zaman Kolonial
Belanda. Provincie West Java (Provinsi Jawa Barat) dibentuk berdasarkan Staatblad
tahun 1925 tanggal 1 Januari 1926.
Kemudian sejak saat itu batas wilayahnya mengalami perubahan di bagian
timur, yang semula batas wilayahnya adalah Sungai Cipamali dan Sungai Donan
digeser kesebelah barat menjadi Sungai Cisanggarung dan Sungai Citanduy. Batas
wilayah Sungai Cipamali pada sebelumnya sebenarnya sesuai dengan naskah kuno Carita
Parahyangan yang menceritakan kisah perjalan Bujangga Manik. Dalam naskah
tersebut, ia mengatakan bahwa Sungai Cipamasi sebagai tungtung Sunda
yang berarti ujung dari wilayah Sunda.
Bujangga Manik adalah salah seorang anggota keluarga Kerajaan Sunda
Padjadjaran. Ia melakukan perjalanan keliling Pulau Jawa dan Bali dengan cara
jalan kaki. Perjalanannya dimulai dari tempat tingganya di Pakuan, Kota Bogor
sekarang. Melintasi daerah pesisir utara Pulau jawa dan ketika kembali Ia
menyusuri wilayah bagian selatan. Ketika sampai di pinggir Sungai Cipamali Ia
mengatakan ujung dari wilayah Sunda dan ketika tiba di seberangnya Ia
mengatakan datang ka alas Jawa yang berarti tiba di wilayah Jawa.
Sungai Cipamali sendiri pada saat ini merupakan batas alam wilayah
Kabupaten Brebes dengan Kabupaten Tegal di Jawa Tengah. Dalam naskah Carita
Parahyangan kerajaan
Sunda-Galuh yang berdiri tahun 669-1482, menyebutkan bahwa kerajaan Galuh terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Ci Serayu juga Cipamali (Kali Brebes). Sugai Cipamali yang merupakan batas dari
wilayah kerjaan Galuh pada masa itu, mengalir sampai Kecamatan Bantarkawung dan
menjadi batas wilayah antara Kecamatan Bantarkawung dan Bumiayu pada saat ini.
Bantarkawung berada disebelah barat sungai Cipamali, dan terbukti sekarang bahwa
Kecamatan Bantarkawung merupakan wilayah yang berbahasa Sunda dan Bumiayu
berbahasa Jawa, walaupun ada juga beberapa daerah di Bantarkawung yang
berbahasa Jawa karena letaknya yang lebih dekat ke Kecamatan Bumiayu.
Kerajaan Sunda
berlangsung selama kurang lebih 900 tahun, Kerajaan ini sempat mengadakan
perjanjian pertahanan dengan Portugis
di Malaka pada tanggal 22 Agustus 1522. Dari pihak Sunda diwakili Ratu Samiam, penguasa Sanghiang dengan Bandar Kalapa-nya. Jika dihubungkan dengan
raja-raja Sunda saat itu, yang dimaksud dengan Ratu Samiam adalah Prabu
Surawisesa yang berkuasa selama 14 tahun, dari tahun 1521-1535 M.
Kerajaan ini
sempat mencapai puncak masa jayanya. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, kedua kerajaan di Tatar Sunda
berhasil dipersatukan. Wilayah
kerajaan tersebut meliputi Selat Sunda di sebelah barat, dan di timur sebagian wilayah yang kini termasuk
Provinsi Jawa Tengah.
Bahwa
keberadaan daerah-daerah pernah menjadi bagian dari wilayah Sunda, antara lain dibuktikan dengan nama-nama tempat
di sana. Nama-nama seperti Cipamali,
Cilacap merupakan nama khas yang hanya terdapat di daerah Sunda. Begitu pula nama-nama tempat lainnya yang
menggunakan kata bojong, ranca, atau pasir. Bojong atau bobojong artinya tempat yang
letaknya agak menjorok, dan ranca artinya
rawa, sedangkan pasir artinya bukit. Di daerah Brebes terdapat nama-nama tempat seperti Bojongkadu,
Bojongsari, atau Rancamaya. Geolog M.M. Purbo-Hadiwidjoyo
pernah mengungkapkan, Gunung Selamet sebelumnya bernama Pasirluhur
dan Gombong sebelumnya bernama Kabupaten Roma.
Dalam sebuah
tulisannya yang mempertanyakan batas Kerajaan Galuh, ia sempat mengutarakan beberapa nama yang ada hubungannya
dengan kerajaan tersebut berdasarkan
nama-nama tempat. Menurutnya, Brebes berasal dari kata Baribis, Selawi
dari Selaawi, Mempek dari Pameungpeuk, Lebaksiu dari Lebaksiuh, Kroya dari
Karoya, dan Mluwung dari Maluwung. Di sebelah
utara Gombong terdapat daerah Roma yang semula merupakan keadipatian yang diperintah oleh keturunan
Galuh. Namun seusai Perang Diponegoro
(1825-1830), nama itu dijadikan nama kabupaten yang terbentang dari Pegunungan Karangbolong sampai Sungai
Lukula di sebelah timur.
Dalam sumber lain juga menyebutkan bahwa pada masa lampau, daerah Salem
termasuk dalam wilayah Kerajaan
Galuh dan Kerajaan Pajajaran. Ada cerita lisan yang mengatakan bahwa penduduk Salem ada keterkaitan
dengan Kejadian Perang Bubat zaman Majapahit.
Setelah Perang Bubat, ternyata tidak
seluruh punggawa/pengawal/rakyat Pajajaran mati terbunuh, dan kembali ke Jawa
Barat. Ada sisa-sisa punggawa tersebut menetap di wilayah kecamatan Salem.
Peninggalan penduduk pertama tersebut, sebagian dapat dilihat di situs Gunung
Sagara (Lautan). Pada abad ke-19 ditemukan naskah lontar tua di
situs Gunung Sagara yang menggunakan Bahasa Sunda kuno. Naskah ini
dibawa bupati Brebes RAA. Tjandranegara dan diserahkan kepada seorang ahli
bahasa KF. Holle untuk kemudian disimpan di Batavia.
Seluruh bukti di atas bisa saja
dianggap lemah. Kecuali jika dilakukan penelitian arkeologis terhadap situs Gunung Jambu di RT
09/RW 07 Desa Cilongkrang, Kecamatan
Wanareja, Kabupaten Cilacap. Temuan benda purbakala pada situs tersebut berupa yoni berukuran
86x85 sentimeter, batu demprak berukuran 30x35 sentimeter, dan arca sapi Nandi yang mirip
dengan arca serupa yang ditemukan di
Pangandaran. Kedua situs tersebut yaitu Situs Gunung
Jambu dan Situs Batu. Kalde di Pangandaran diduga kuat memiliki
hubungan dengan keberadaan Kerajaan
Galuh. Selain itu, masih terdapat situs lainnya di Pamarican yang dinamakan Candi Ronggeng.
Jika benar,
ketiga situs tersebut memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Galuh pada masa Hindu,
wilayah Sunda pada saat itu luas sekali, Saupluk-aplak menurut istilah orang Sunda sendiri.
Brebes merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi
Jawa Tengah, yang pada umumnya bahasa yang digunakan yaitu bahasa jawa. Tetapi,
terdapat beberapa kecamatan di Kabupaten Brebes yang menggunakan bahasa sunda.
Kurang lebihnya ada lima kecamatan yang masyarakatnya menggunakan bahasa sunda
dalam percakapan sehari-harinya. Diantaranya yaitu kecamatan Salem,
Bantarkawung, Ketanggungan, Banjarharjo, dan sebagian di kecamatan Larangan.
Bahasa sunda yang digunakan di wilayah tersebut memiliki khasnya tersendiri dibandingkan dengan bahasa sunda yang
berada di Jawa Barat. Bahasa sunda yang digunakan di Kabupaten Brebes tidak sedikit
yang tercampur dengan bahasa jawa. Banyak kata yang merupakan bahasa sunda di
Kabupaten Brebes tetapi tidak ada dalam bahasa sunda di Jawa Barat. Bahasa sunda yang digunakan pun merupakan bahasa sunda yang
cenderung kasar.
Menariknya, bahasa sunda yang jika di wilayah Jawa Barat merupakan
bahasa netral (tidak kasar dan tidak halus) atau bahkan cenderung kasar, jika
di Kabupaten Brebes atau wilayah lainnya itu merupakan bahasa sunda yang halus
dan lebih sopan, seperti halnya kata dahar (makan), maneh (kamu), embung (tidak
mau), balik (pulang) dan kata lainnya. ada pula yang berkebalikan, jika kata
tersebut merupanakan kata yang kasar di sunda maka di Brebes itu merupakan kata
yang halusnya. Seperti kata isin (malu-halus) dan era (malu-kasar), di Brebes
kata isin merupakan kata yang lebih kasar dan era lebih halus.
Selain itu, tidak hanya bahasa saja, tetapi banyak juga budaya
sunda yang ada di beberapa daerah tersebut, terutama di Kecamatan Salem dan
Bantarkawung. Bahkan sering kali budaya itu sama persis dengan budaya sunda
sepeti dalam adat pernikahan, empat atau tujuh bulanan kandungan, kelahiran
bayi, dan yang lainnya.
Dari sini bisa disimpulkan, adanya bahasa dan budaya sunda di beberapa
wilayah di Kabupaten Brebes bisa jadi dikarenakan pada masa lampau Kabupaten
Brebes masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda. Namun karena kejayaan kerajaan ini yang kian lemah, sehingga tak
mampu menahan ekspansi militer kerajaan yang berasal dari kawasan sebelah timur
juga terjadinya pembagian administrative wilayah yang dilakukan oleh kolonial
Belanda, maka terjadilah apa yang telah terjadi. Wallahu a’lam.
Mantappss jiwa, lebih bagus lagi jika ditambahkan mengenai pertempuran antara kakak-beradik dari kerjaan Galuh yang terjadi di bantaran sungai cipamali, yg nantinya akibat dari pertempuran tersebut terjadi pemisahan antara Jawa dan Sunda, dan juga dari pertempuran tsb ada hubungannya dengan asal usul penamaan sungai Cipamali. untuk sumber nya bisa dilihat di wikipedia.com/kabupaten-brebes/asal-usul-sejarah-brebes/
BalasHapus