Judul : Sangakala di Langit Andalusia Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra Tebal : xii+472 hlm Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2 022 Cetakan : ke- 1 Membaca novel ini membawa kita untuk kembali mengingat masa keruntuhan kerajaan Islam di Andalusia atau Spanyol. Penyampaian kalimat demi kalimatnya membuat kita merasakan bagaimana bergejolaknya suasana saat itu. Saat Andalusia beralih kekuasaan dan umat Islam harus berjuang bertahan hidup dan mempertahankan tauhid mereka. Novel ini mengisahkan perjuangan Rammar Ibnu Baqar. Seorang hafidz Qur’an terakhir di Andalusia yang harus memecahkan teka-teki cincin sebuah nubuat yang bisa menyelamatkan umat Islam dari penguasa Andalusia saat itu. Perjalanan yang sangat berat dihadapi dengan kehilangan orang-orang yang di cintai satu persatu. Tidak mudah mengahadapi musuh apalagi dia adalah orang yang pernah ada di dekat kita. Kisahnya se
STUDI KRITIS KARYA
SEJARAH :
TITIK BALIK PERADABAN KARYA FRITJOF
CAPRA, JALAN KETIGA KARYA ANTONI GIDDENS
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Historiografi Umum
Dosen Pengampu : Drs.
Fajriudin, M.Ag/Wahyu Iryana
Oleh: Iin Hindasah
JURUSAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN
HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji
syukur hanya milik Allah, yang Mahakuasa, Maha pemilik ilmu, yang menganugerahkan
akal sehat kepada manusia, sehingga kita senantiasa berpikir. Sholawat dan
Salam senantiasa tercurahkan kepada sang pembuka jalan kebenaran, yang
menyampaikan Ilmu Allah kepada kita semua, yakni, manusia paling mulia Nabi
Muhammad Saw.
Dan atas segala rahmat Allah pula kami bisa
menyelesaikan makalah Historiografi dengan judul Studi Kritis Karya
Sejarah : Titik Balik Peradaban Karya Fritjof Capra, Jalan Ketiga Karya Antoni Giddens. Semoga
makalah ini senantia memberikan manfaat, menambah pengetahuan bagi pembaca
khususnya bagi penyusun.
Makalah
ini diakui masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, supaya makalah selanjutnya yang
akan penyusun kerjakan bisa lebih baik lagi. Terima kasih atas segala prhatiannya.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Bandung, 7 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C.
Tujuan Masalah ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Biografi Frijof Capra .............................................................................................. 2
B.
Studi Kritis Karya Sejarah
Titik Balik Peradaban .................................................. 3
C.
Biografi Anthoni
Giddens ..................................................................................... 5
D.
Studi Kritis Karya Sejarah
Jalan Ketiga ................................................................. 6
BAB III SIMPULAN ....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan
perkembangan historiografi, kebudayaan sudah berkembang pesat jauh melampau
peradaban generasi-generasinya terdahulu. Manusia sudah memasuki kebudayaan
modern. Bahkan, kebudayaan mereka telah mengancap keberadaannya sendiri. Sebab,
kebudayaan merupakan unsur yang bergantung pada manusianya itu sendiri. Hingga
masa historiografi modern, secara utuh, historiografi Barat sudah terkonsep
secara sistemis seperti yang dikembangkan oleh para pemikir seperti Fritjof
Capra dalam buku Titik Balik Peradaban, Anthony Giddens dalam buku Jalan
Ketiga, kemudian Berntran Rushell, dan L Stodard. Pemikiran mereka sangat
kaya akan ilmu-ilmu lain, dan memberi sumbangsih yang sangat besar bagi
perkembangan ilmu saintifik[1].
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman Biografi Fritjof Capra?
2. Bagaimana Studi Kritis Karya Sejarah Titik Balik Peradaban?
3. Bagaimana Biografi Anthoni Giddens?
4. Bagaimana Studi Kritis Karya Sejarah Jalan Ketiga?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Biografi Fritjof Capra.
2. Membahas Studi Kritis Karya Sejarah Titik Balik Peradaban.
3. Mengetahui Biografi Anthoni Giddens.
4. Membahas Studi Kritis Karya Sejarah Jalan Ketiga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Fritjof Capra
Fritjof Capra
adalah orang yang terkenal dalam bidang fisika dan juga teori-teori baru yang
berhubungan dengan teori sistem dan dalam mengemukakan paradigma baru dalam
bidang social yang dikenal dengan sebutan teori sistemik-holistik.
Fritjof Capra
lahir di Wina, Austria pada 1 Februari
1939. Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya dia kemudian melanjutkan
studinya di Universitas Wina. Disana Capra belajar dengan Werner Heisenberg,
yaitu salah satu fisikawan yang menemukan teori kuantum (kepastian). Dalam
karya selanjutnya Capra banyak menggunakan teori kuantum yang dikemukakan oleh
Heisenberg. Dia lulus dari universitas Wina pada tahun 1966 dan mendapat gelar
Ph D dalam bidang Fisika[2].
Dengan melihat
latar belakang dari pendidikan dan kesibukan intelektual dari Fritjof Capra,
dia adalah seorang ilmuan dan juga filsuf yang mencurahkan segenap perhatiannya
terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan paradigm modernitas yang disebut oleh
Capra dengan paradigm mikanistis-dualistis. Secara khusus perhatian Capra
tertuju bagaimana membuat dasar konsep sebuah pandangan yang lebih ekologis,
pandangan yang lebih peduli terhadap kesadaran lingkungan[3].
Perhatian
Capra tidak hanya berpusat pada kegiatan yang bersifat abstrak yaitu berupa
kegiatan intelektualitas, dia juga turun kebawah secara langsung ikut terlibat
dalam kegiatan yang berhubungan dengan penyadaran terhadap pentingnya mempunyai
kesadaran lingkungan untuk generasi manusia akan datang. Contoh konkrit ini
dibuktikan dengan mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama Ecoliteracy, dalam
lembaga tersebut Capra menjadi derektur utama[4].
Pendekatannya
yang digunakan dalam proses pengajaran berorientasi pada empat prinsip.
Pertama, Kurikulum merupakan integrasi lintas-disiplin ilmu dan strategi
pengajaran. Kedua, pengembangan berada ditangan para pelajar dengan proyek
tertentu. Ketiga, untuk mendorong pemahaman dimulai dari makanan sebagai
landasan mengatur prinsip ekologi. Keempat, promosi dilakukan dengan pameran
dan kampus atau sekolah sebagai pusat dari lingkungan belajar[5].
B. Studi Kritis Karya Sejarah Titik Balik Peradaban
Buku ini mencoba mengupas fenomena perubahan
yang tak akan lepas dari segala bentuk kehidupan di bumi. Dengan cara yang
khas, Capra, Seorang seintis kenamaan mencoba menelaah dinamika yang mendasari
berbagai problem utama yang mendasari zaman kita; semua nya merupakan residu
peradaban yang tidak terinduksi oleh suatu system yang kita kenal dengan
modernism.
Dalam buku ini penulis mencoba menanamkan dasar
pemikiran universal bahwa segala krisis yang menimpa kita sekarang ini bukanlah
sekedar krisis individu, pemerintah atau lembaga sosial, melainkan suatu
transisi yang berdimensi planet. “Sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai
peradaban, dan sebagai ekosistem planet, kini kita tengah mencapai titik balik”[6].
Dalam bab pertama ini Fritjof
Capra menceritakan bagaimana pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh
ini telah terjadi suatu krisis global yang serius, keadaan dimana untuk pertama
kalinya kita dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan semua
bentuk kehidupan. Kita menimbun puluhan ribu senjata nuklir, yang cukup
menghancurkan seluruh dunia beberapa kali, pentagon bulan November 1978
meluncurkan program produksi senjata nuklirnya sampai-sampai anggaran untuk
pertahanan sebesar seribu miliar dolar. Biaya kegilaan nuklir kolektif ini pun
mengejutkan, pada tahun 1978 pengeluaran militer dunia kira-kira 425 Miliar
dolar-lebih dari satu miliar dolar perharinya. Sementara itu lebih dari lima
belas juta orang ,sebagian besar anak-anak meninggal karena kelaparan setiap
tahun.
Ancaman perang nuklir
merupakan bahaya terbesar yang dihadapi oleh manusia saat ini, meskipun bukan
satu-satunya, kelebihan penduduk dan teknologi industri menjadi penyebab
terjadinya degradasi hebat pada alam kita,mulai dari polusi udara, pencemaran
makanan dan minuman dari bahan kimia beracun. Berbarengan dengan munculnya
berbagai patologi social kita juga menyaksikan adanya berbagai anomaly
perekonomian kita, inflasi yang menjadi-jadi, pengangguran besar-besaran dan
distribusi pendapatan dan kekayaan yang tidak merata[7].
Dihadapkan pada ancaman
ragkap tiga, habisnya energi, inflasi dan pengangguran, para politisi
tidak tahu lagi mana yang harus diputar terlebih dahulu untuk mengurangi
kerusakan. Adalah suatu zaman yang mengejutkan bahwa orang-orang yang
seharusnya ahli diberbagai bidang tapi tidak mampu menyelesaikan masalah dalam
bidang keahlian mereka. Sudah menjadi tradisi bagi presiden amerika untuk
berpaling kepada para akademisi untuk berkonsultasi, baik secara langsung maupun
melalui tenaga pemikir. Pendekatan semacam itu teryata tidak akan pernah
menyelesaikan masalah melainkan sekedar memutarnya dalam hubungan social dan
jaring-jaring hubungan social dan ekologis yang kompleks. Suatu masalah hanya
akan diselesaikan hanya jika struktur jaring-jaring itu sendiri diubah, dan hal
ini akan melibatkan berbagai transformasi lembaga social, nilai-nilai dan
pemikiran kita.
Untuk memahami budaya yang
multisegi kita perlu mengambil pandangan yang sangat luas dan memandang situasi
kita dalam konteks evolusi budaya manusia. Kita harus mengubah persfektif kita
dari akhir abad kedua puluh ke suatu rentan waktu yang mencakup ribuan tahun,
dari pengertian structural social statis hingga persepsi pola-pola perubahan
dinamis. Dilihat dari prespektif ini, krisis muncul sebagai suatu aspek
trasnformasi. Orang cina selalu memiliki suatu pandangan yang dunia yang
dinamis dan pengertian sejarah yang tajam, tampak menyadari sepenuhnya ada
hubungan yang kuat antara antara krisis dan perubahan. Istilah yang mereka
gunakan untuk krisis “wei-ji” yang berarti hurup bahaya dan kesempatan[8].
Menurut Capra kehidupan sekarang ini akan
mengalami transisi-transisi yang akan mengguncangkan dasar kehidupan kita dan
akan mempengaruhi sistem sosial, ekonomi, dan politik kita secara mendalam.
Transisi yang pertama dan barangkali paling penting disebabkan oleh runtuhnya
sistem patriarchal yang enggan dan lamban tetapi pasti. Transisi yang kedua,
yang akan berdampak kuat pada kehidupan kita dipaksakan, kepada kita oleh
runtuhnya zaman bahan bakar fosil, batubara, minyak dan gas alam yang telah
menjadi sumber energy penting bagi era industry modern, dan pada waktu bahan
bakar itu habis, maka era ini akan berakhir. Transisi ketiga, berhubungan
dengan nilai-nilai budaya. Transisi ini melibatkan apa yang kini disebut dengan
perubahan paradigma[9].
Tranformasi
budaya sebesar dan sedalam ini tidak dapat dicegah. Transformasi ini tidak
dapat dilawan tapi sebaliknya harus disambut sebagai satu-satunya pelarian dari
penderitaan, kehancuran dan kebekuan.
Pandangang dunia ala
Descartes yang mekanistik telah berpengaruh kuat pada semua ilmu kita dan cara
berfikir barat pada umumnya. Metode mereduksi fenomena yang kompleks menjadi
balok-balok bangunan dasar dan metode mencari mekanisme yang dipakai untuk
berinteraksi, sekarang metode ini dikenal sebagai metode ilmiah. Pertumbuhan
teknologi yang berlebihan telah menciptakan suasana lingkungan dimana kehidupan
menjadi tidak sehat baik secara fisik maupun secara mental. Udara yang tercemar,
suara yang mengganggu, kemacetan lalu lintas, bahan pencemar kimia, bahaya
radiasi dan banyak sumber stress fisik dan psikologis[10].
C.
Biografi Anthoni Giddens
Anthoni Giddens adalah
seorang teoritis Inggris yang sangat penting dan salah seorang yang dari sedikit
teoritis yang sangat berpengaruh di dunia. Giddens lahir 18 Januari 1938
(Clark, Modgil dan Modgil, 1990). Ia belajar di Universitas Hull, di the London
School Economics, dan di Universitas London. Tahun 1961 ia diangkat menjadi
dosen di universitas Leicester[11].
Giddens berpengaruh dalam
teori sosiologi lebih dari dua dekade. Ia pun berperan penting dalam membentuk
sosiologi Inggris masa kini. Salah satunya, ia menjadi konsultan editor dua
perusahaan penerbitan. Macmillan dan Hutchinson. Lebih penting lagi, ia adalah
salah seorang pendiri Polity Press, sebuah perusahaan penerbitan yang sangat
aktif dan berpengaruh terutama dalam teori sosiologi. Giddens pun menerbitkan Sociology
(1987), sebuah buku ajar yang ditulisnya menurut gaya Amerika, yang mencapai
sukses di seluruh dunia[12].
Sebagai teoritisi, Giddens
sangat berpengaruh terutama di AS maupun di berbagai bagian dunia lain. Yang
menarik, karyanya sering agak kurang diterima di negerinya sendiri (Inggris),
dibandingkan dengan di bagian dunia lain. Hal ini mungkin disebabkan sebagian
oleh kenyataan bahwa ia telah berhasil memenangkan perlombaan mendapat pengikut
teoritis di seluruh dunia yang telah dicoba mencapainya oleh kebanyakan
teoritis sosial Inggris lain dan gagal. Seperti dikatakan Craib, “Giddens-lah
kiranya menyadari fantasi kebanyakan kita, yang menyatakan pendapat kita
sendiri ke dalam sosiologi selama periode perdebatan yang bersemangat dan
menggairahkan ketika dikembangkannya teori strukturasi” .
Di 1980-an, karir Giddens
mengalami serangkaian perubahan menarik (Bryant dan Jary, 2000). Beberapa tahun
terapi menggiringnya kepada ketertarikan yang lebih besar terhadap kehidupan
personal dan buku-buku seperti Modernity and Self-Identity (1991) dan The
Transformation of Intimacy (1992). Terapi juga memberikan kepadanya
kepercayaan diri untuk menjalankan peran publik serta menjadi salah seorang
penasehat Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Pada 1997 beliau menjabat sebagai
direktur London School of Economic (LSE), sebuah sekolah yang sangat disegani.
Beliau memperkuat reputasi akademis LSE dan pengaruhnya dalam wacana publik
baik di Inggris maupun di seluruh dunia. Ada beberapa suara yang menyatakan
semua ini yang mengakibatkan kemunduran kemampuan akademis Giddens (karyanya di
1990-an kurang dalam membingungkan dibanding karya terdahulunya). Tapi beberapa
waktu kemudian, beliau kembali berkonsentrasi untuk menjadi kekuatan yang patut
dipertimbangkan di masyarakat[13].
Giddens memulai petualangan
intelektual dengan menelaah pemikiran tokoh-tokoh besar dalam sosiologi, Karl
Marx, Emili Durkheim, serta Max Weber. Hasilnya ia terbitkan sebagai buku,
capitalism and Modern Social Theory. An analysis of the Writings of Marx, Durkheim
and Max Weber (1971).
Petualangan intelektualnya
kemudian menemukan momentum dengan pemahaman Giddens mengenai struktur sosial.
Giddens menyebut bahwa, “social structures are both constituted by human
agency, and yet at the same time are the very medium of this constitution”.
Pernyataan Giddens ini mengisyaratkan bahwa struktur sosial dilatarbelakangi
oleh human agency, atau hubungan antara peraturan dan perilaku[14].
D.
Studi Kritis Karya Sejarah
Jalan Ketiga
Dunia telah menapaki sebuah
era baru: era globalisasi. Pasca-keruntuhan Uni Sovyet di awal dekade 1990-an,
komunisme seakan menjadi sebuah dagangan yang tidak lagi laku. Era dianggap
telah berubah, seakan-akan tidak ada lagi alternatif baru , dan ini disangka
sebagai akhir dari sejarah dengan kemenangan demokrasi-liberal. Dunia dikuasai
oleh sebuah kekuatan unipolar yang hegemonik, dengan ancaman bahwa jika tidak
taat pada kekuatan tersebut, mereka akan kehilangan harapan untuk hidup[15].
Benarkah demikian, bahwa
tidak ada lagi jalan alternatif di dunia ini selain jalan neoliberalisme?
Anthony Giddens menawarkan hal sebaliknya. Bagi Giddens, masih ada sepercik
harapan dan jalan yang ia sebut sebagai “jalan ketiga”. Giddens, yang
mendasarkan pandangannya pada teori strukturasi, berpandangan pada liberalisme
tidak selamanya menawarkan kebaikan; masih ada celah yang harus dibenahi dalam
struktur sosial[16].
Hal menarik lain yang patut
kita analisis dari pandangan Anthony Giddens adalah pandangannya mengenai
modernisasi. Ia beranggapan, modernisasi dapat dimaknai dalam dua perspektif:
sebagai mesin perusak dari nilai dan tradisi lokal, namun juga bisa menjadi
sebuah peluang untuk menuju tatanan masyarakat yang madani.
Giddens melukiskan
kontradiksi antara globalisasi dalam dua perspektif tersebut pada teorina
mengenai tipologi masyarakat tradisional dan post-tradisional. Dalam masyarakat
yang bertipe tradisional, aktivitas individu tak ditentukan oleh
pertimbangan-pertimbangan yang berlebihan, karena pilihan yang tersedia telah
mengacu pada pradeterminasi, berupa kebiasaan, tradisi, atau nilai.
Di sisi lain, masyarakat
post-tradisional lebih cenderung tidak memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang
“pakem” dilakukan di masa sebelumnya. Justru, masyarakat post-tradisional lebih
memperhatikan pertimbangan logis-rasional untuk mengantisipasi apa yang akan
terjadi ke depan.
Masyarakat post-tradisional
inilah yang disebut sebagai masyarakat modern. Dalam satu perspektif,
masyarakat modern lebih berpikiran rasional; ia dapat memperhitungkan apa yang
akan terjadi ke depan dengan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan pribadi,
sehingga struktur yang berlaku bisa saja berubah setiap saat. Namun, dalam
perspektif lain, modernitas ini justru berkorelasi negatif dengan
sustainability dan lingkungan, karena pikiran rasional cenderung berorientasi
pada modal dan keuntungan, dengan melepaskan alam sebagai basis kerja. Inilah
yang dikritik oleh Giddens[17].
Giddens, ketika mengulas
persoalan gugus institusi dari sebuah dunia modern, menunjuk bahwa ada tiga
karakter dari modernisasi: globalisasi, detradisionalisasi, dan social
reflexivity. Kita hanya akan mengulas salah satu variabel, yaitu globalisasi
sebagai salah satu icon modernisasi. Globalisasi berkaitan dengan semakin
berkurangnya jarak antara ruang dan waktu.
Globalisasi dan Jalan Ketiga Salah
satu karakter globalisasi sendiri adalah semakin kaburnya border dan akses atas
informasi yang kian tak terbatas. Hal ini dipotret oleh Giddes sebagai,
“information produced by specialists (including scientific knowledge) can no
longer be wholly confined to spesific groups, but becomes routinely interpreted
and acted on by lay individuals in the course of their everyday actions”.
Arus informasi yang tak
terbatas ini ternyata tidak dibarengi oleh penyelesaian tiga fenomena:
disparitas kaya-miskin, destruksi lingkungan, dan penindasan oleh ruling class.
Modernisasi, jika tak terkelola, berpotensi menjadi ‘tersangka’ atas kerusakan
yang ada. Fenomena relasi struktur dan pelaku serta modernisasi yang tak
terjaga ini menyebabkan modernitas tidak lebih dari struktur penindas dengan
wajah baru.
Sehingga, ketika dipandang
dalam perspektif yang berbeda, modernitas sama saja seperti unsteerable
juggernaut travelling through space, atau kapal ulang-alik yang tak terkendali
di tengah samudera ruang angkasa. Untuk itulah Giddens lebih menawarkan sebuah
“jalan baru” yang ia sebut sebagai Jalan ketiga.
Jalan ketiga sendiri, dalam
bukunya Giddens, merupakan hasil dari kritik atas sosialisme dan liberalisme.
Jalan baru yang ditawarkan oleh Giddens ini cukup menarik, karena dalam bukunya
ia menyulut kontroversi dengan menyatakan bahwa sosialisme telah berakhir.
Namun, di sisi lain, ia juga mengkritik bahwa liberalisme takkan dapat diteruskan
di era yang akan datang[18].
Ia sendiri menawarkan jalan
ketiga, yang memiliki setidaknya enam dimensi: (1) Memperbaiki kembali
solidaritas yang retak; (2) mengakui sentralitas dari kehidupan politik; (3)
Menerima bahwa kepercayaan yang aktif akan menghasilkan sesuatu yang baik dari
dunia politik; (4) mendorong demokrasi yang dialogis, dengan adanya kesempatan
dan hak yang sama dari pihak kaya maupun miskin; (5) memikirkan kembali konsep
negara-kesejahteraan (welfare-state); serta (6) melawan kekerasan.
Mungkin, bagi sebagian pihak,
pemikiran Giddens cenderung utopis. Akan tetapi, bagi perkembangan dunia
sosiologi, Giddens justru menawarkan sebuah teori baru yang perlu diuji. Dalam
kaitannya dengan globalisasi politik, Giddens menawarkan konsep demokrasi yang
dialogis, atau seperti yang digambarkan oleh Giddens, “Dialogic democracy
presumes only that dialogue in a public space provides a means of living along
with the other in a relation of mutual tolerance—whether that 'other' be an
individual or a global community of religious believers”.
Penekanan terhadap demokrasi
dialogis ini mengimplikasikan adanya public sphere bagi masyarakat yang hidup
dalam kehidupan yang toleran dan penuh tenggang rasa. Demokrasi tidak serta
merta mengabaikan hak untuk aktif berpartisipasi, tetapi juga tidak lantas
menggugurkan hak untuk mendapat tempat yang sama. Artinya, seseorang mungkin
saja menjadi pemimpin dalam satu komunitas, tetapi kepemimpinannya juga
dibarengi oleh tanggung jawab kepada konstituennya.
Pemikiran Anthony Giddens
memang kompleks dan tak mungkin dapat terjabarkan hanya dalam sebuah analisis.
Akan tetapi, kita dapat mengambil beberapa poin, bahwa globalisasi politik
memang harus ditimbang. Demokrasi, dalam konteks Indonesia, bukan solusi atas
persoalan yang ada, tetapi hanya cara untuk menemukan solus[19]i.
BAB III
SIMPULAN
Lewat
karya monumentalnya, The Turning Point, Fritjof Capra memaparkan prediksi
futuristik bahwa saat ini kita tengah mengalami titik balik peradaban. Ini
terlihat dari menurunnya kemampuan modernitas dalam mencapai tujuan
kemanusiaan. Satu gerak yang terbarengi oleh dahaga spiritual dan kesadaran
ekologis atas tata hidup kita yang menjadi penyempurna kemanusiaan tersebut.
Modernitas yang pada awalnya menjadi alternatif bagi abad gelap Gereja tak
mampu lagi mengangkat kemanusiaan karena telah melenceng dari prinsip dasar
kebudayaan.
Anthoni
Giddens dalam karyanya jalan ketiga memiliki setidaknya enam dimensi: (1)
Memperbaiki kembali solidaritas yang retak (2) mengakui sentralitas dari
kehidupan politik; (3) Menerima bahwa kepercayaan yang aktif akan menghasilkan
sesuatu yang baik dari dunia politik (4) mendorong demokrasi yang dialogis,
dengan adanya kesempatan dan hak yang sama dari pihak kaya maupun miskin (5)
memikirkan kembali konsep negara-kesejahteraan (welfare-state) serta (6)
melawan kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Capra, Frijof. 2002. Titik Balik Peradaban. Jogjakarta:
Bentang Budaya
Effendi, Rizal. 2009. Hubungan Antara Sains dan Agama dalam
Pemikiran Frijof Capra. Yoyakarta:
Iryana,Wahyu. 2014.Historiografi Barat. Bandung:
Humaniora.
Rizki, Ahmad. 2009. Menelusuri
Jalan Ketiga Anthoni, Giddens. Diakses 29 September 2016 pada. http://ibnulkhattab.blogspot.co.id/2009/06/menelusuri-jalan-ketiga-anthony- giddens.html
Umar, Januardi. 2009. Jalan
Ketiga Anthoni Giddens. Diakses tanggal 1 Oktober 2016 pada. http://forcidev.org/2009/04/18/jalan-ketiga-anthony-giddens/
Elok. 2014. Resensi Third Way
by Anthony Giddens. Diakses tanggal 1 Oktober 2016 pada. http://elokdarojatin.blogspot.co.id/2014/01/resensi-third-way-by-anthony-
giddens.html
Iim. 2009. Titik Balik
Peradaban. Diakses tanggal 2 Oktober 2016 pada. https://iimrsch.wordpress.com/2009/10/12/titik-balik-peradaban/
[1]
Iryana, Wahyu.2014. Historiografi
Barat. Bandung. Humaniora. Hlm.211.
[4]
Effendi, Rizal. Hubungan Antara Sains dan Agama dalam Pemikiran Frijof
Capra. Pdf
[5]
Effendi, Rizal. Hubungan Antara Sains dan Agama dalam Pemikiran Frijof
Capra. Pdf
[9]
Capra, Fritjof, Titik Balik Peradaban. Hlm 13-15
[11]
https://doktorpaisal.wordpress.com/2009/12/20/biografi-anthony-giddens/
[12]
http://ibnulkhattab.blogspot.co.id/2009/06/menelusuri-jalan-ketiga-anthony-giddens.html
[13]
http://elokdarojatin.blogspot.co.id/2014/01/resensi-third-way-by-anthony-giddens.html
[14]
http://ibnulkhattab.blogspot.co.id/2009/06/menelusuri-jalan-ketiga-anthony-giddens.html
[16]
http://forcidev.org/2009/04/18/jalan-ketiga-anthony-giddens/
[17]
http://ibnulkhattab.blogspot.co.id/2009/06/menelusuri-jalan-ketiga-anthony-giddens.html
[18]
http://ibnulkhattab.blogspot.co.id/2009/06/menelusuri-jalan-ketiga-anthony-giddens.html
[19]
http://ibnulkhattab.blogspot.co.id/2009/06/menelusuri-jalan-ketiga-anthony-giddens.html
Komentar
Posting Komentar